✔ Bahasa Semut (Inspirasi Muslim Sejati)
Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat gejala (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman. Dan pada penciptakan kau dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat gejala (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini,
(QS. al Jatsiyah:3-4)
Imam Ghazali berkata:
Pikirkanlah ihwal semut, dan segala kekuatan yang ada padanya. Sifat saling mambantu diantara mereka di ketika kesulitan menemukan jalan keluar, menyebar ketika kondisi panas atau dingin.
Semut menawarkan inspirasi dalam kolaborasi yang kompak di antara mereka, terbukti dengan saling membantu dalam memindahkan sesuatu yangtidak bisa pindah kecuali dengan team work (kerja sama).
Semut juga menjadi inspirasi sebuah kerja keras dan tangguh, terbukti ketika mereka akan membuat sebuah sarang, mereka sesungguhnya menggali gundukan tanah yang berpengaruh dan besar, juga ketika mereka menginginkan kuliner kuliner yang ada dalam tanah, mereka berusaha untuk mengeluarkan dengan segenap kekuatannya. Kemudian ketika biji telah didapatkan dalam keadaan basah, mereka sebarkan supaya kering.
Kemudian semut kalau kita perhatikan dlam membuat konstruksi bangunan rumahnya selalau di tempat yang tinggi, karena mereka takut ketika nbanjir tiba bisa terbawa dan tenggelam. Semua yang dilakukan semut bukan semata kehendak semut, namun ada skenario besar dan desainer hebat yaitu Allah swt.
Muqoddimah
Bagi orang yang berfikir, segala yang terjadi baik yang terlihat, terdengar, terasa, terbersit dalam hati, mereka jadikan objek renungan. Allah swt. menganugerahkan kepada insan akal, dengannya bisa berfikir ihwal ayat-ayat-Nya baik qauliyah (ayat-ayat yang tertulis dalam al-Quran) ataupun kauniyah (alam semesta beserta keajaibannya). Firman-Nya:
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat gejala bagi orang-orang yang berakal,(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan ihwal penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau membuat ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (Ali Imran 190-191)
Berjuta ayat kauniyah yang kita saksikan, berjuta pula keajaiban dan keistimewaan yang tersembunyi dibaliknya. Sebetulnya kita hanya tinggal pintar bersyukur. Kalau kita cermati dengan perenungan yang mendalam pasti akan menemukan hakikat kehidupan.
Kenapa tidak !, insan hanya tinggal menikmati kemudahan yang telah Allah swt. sediakan.
Manusia tidak perlu berfikir bagaimana menumbuhkan, membesarkan dan mengakibatkan pohon yang ditanam menjadi berbuah, Allah swt.- lah yang telah mengatur segalanya.
Tidak perlu berfikir bagaimana caranya mewarnai dan menawarkan rasa pedas pada cabai, tidak perlu berfikir cara mewarnai dan menawarkan rasa manis dan masam pada buah jeruk, insan hanya ditugaskan menanamkan biji, menumbuhkan, mengakibatkan tangkainya, menghijaukan daunnya, menumbuhkan menjadi pohon, membuat pohon tersebut berbuah, manis, masam, pahitkah buah tersebut kita serahkan kepada Allah swt.
Sejenak kita merenung,
kita tanam biji cabai, jeruk, tomat, dan biji-biji yang lainnya pada tanah yang sama, kita siram dengan air yang sama, diberikan penerangan cahaya matahari yang sama, namun apa yang terjadi, ketika tumbuh kita melihat bentuk yang berbeda, pohon, tangkai daun, buah bahkan rasa yang berbeda pula. Sungguh ajaib!, bagi orang yang diberikan logika pastilah dengan kejadian ibarat itu akan mendekatkan dan lebih mengenal kepada Dzat yang berkuasa atas segalanya. Kita lihat firman Allah;
Artinya: Maka Terangkanlah kepadaku ihwal yang kau tanam. kamukah yang menumbuhkannya atau kamikah yang menumbuhkannya?. kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia hancur dan kering, maka jadilah kau heran dan tercengang. (sambil berkata): "Sesungguhnya Kami benar-benar menderita kerugian", bahkan Kami menjadi orang-orang yang tidak menerima hasil apa-apa. (Q.S al-Waqi’ah)
Semua ini Allah swt. sedikan bagi hamba yang mambawa misi khalifah di muka bumi ini, dengan menjalankan apa yang Allah swt. perintahkan dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya.
Oleh karenanya Allah swt. menawarkan segala kemudahan yang ada di bumi ini Firman-Nya:
Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat* kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya insan itu Amat zalim dan Amat bodoh (Q.S al-Ahzab: 72)
* (Yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan.)
Dari sebagian kecil penciptaan-Nya ada spesies yang kecil fisiknya, namun menyimpan banyak pelajaran yang perlu kita telaah dan teladani.
Buku ini akan membahas suatu makhluk yang sudah cukup kita kenal, yang kita temui di mana-mana namun tidak pernah benar-benar kita perhatikan, makhluk yang sangat terampil, sangat sosial, dan sangat cerdas: "semut". Tujuannya yakni meninjau kehidupan sarat dengan pesan tersirat makhluk mungil ini, yang tak pernah dianggap penting dalam kehidupan kita sehari-hari
Teknologi, kerja gotong royong, taktik militer, jaringan komunikasi yang maju, hierarki yang rasional dan cerdik, disiplin, perencanaan kota yang sempurna… dalam bidang-bidang ini, yang insan mungkin jarang cukup berhasil, semut selalu sukses.
Makhluk ini, dengan perlengkapan komplit untuk mengalahkan pesaing tangguh dan bertahan dalam kondisi alam yang sulit, dalam penglihatan kita mungkin semua serupa.
Padahal, sebenarnya setiap spesies dari genus semut yang jumlahnya ribuan mempunyai ciri-ciri yang berlainan. Kami yakin bahwa makhluk yang mempunyai populasi tertinggi di dunia ini sanggup membuka cakrawala gres bagi kita, dalam cakupan ciri-ciri tersebut.
Buku ini akan menyingkap dunia semut yang istimewa dan mempesona. Kita akan menyaksikan hal-hal yang berhasil dilakukan masyarakat semut ini dengan tubuhnya yang kecil. Dan semut yang hidup sekarang, kira-kira berjumlah 8800 spesies.
Perilaku cerdas semut-semut tersebut memperlihatkan adanya pesan tersirat atau pengetahuan yang luar biasa. Akan tetapi pesan tersirat ini mustahil berasal dari semut-semut itu sendiri. Sebab, mereka hanyalah sekedar mahluk-mahluk kecil. Makara kalau demikian, semua keahlian semut pasti memperlihatkan kepada insan ihwal pesan tersirat Allah swt.
Untuk membentangkan kebesaran-Nya dan seni penciptaan-Nya, Allah swt., Pencipta semut, mengakibatkan makhluk-makhluk kecil ini bisa melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang tidak akan pernah bisa mereka lakukan berdasarkan pengetahuan dan kehendak mereka sendiri.
Sementara itu, Mulla Shadra mengelompokkan kata pesan tersirat dalam al-Quran menjadi empat pengertian, yaitu:
1. Hikmah bisa berarti nasihat-nasihat al-Quran, sebagaimana firman Allah swt.:
Artinya: Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak sanggup membahayakanmu sedikitpun kepadamu. dan (juga karena) Allah telah menurunkan kitab dan Hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kau ketahui. dan yakni karunia Allah sangat besar atasmu.”(QS. an-Nisaa: 113)
Dalam surat ‘Ali Imran ayat 164
Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka yakni benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
2. Hikmah yang mengandung arti pemahaman dan ilmu. Hal ini sanggup dilihat dalam firman-Nya dalam Q.S Maryam: 12
Artinya: Hai Yahya, ambillah Al kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. dan Kami berikan kepadanya pesan tersirat (kenabian atau pemahaman) selagi ia masih kanak-kanak,” (Depag RI, 1989: 463)
Dalam Q.S Luqman: 12
Artinya: Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
3. Hikmah dalam pengertian kenabian, dalam Q.S al-Baqarah: 251
Artinya: Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah menawarkan kepadanya (Daud) pemerintahan dan pesan tersirat (kenabian) (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian umat insan dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.
4. Hikmah bisa berarti al-Quran yang di dalamnya mengandung keajaiban dan dipenuhi rahasia-rahasianya. Hal ini bisa dicermati dalam firman-Nya dalam Q.S an-Nahl: 125
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan pesan tersirat (perkataan yang tegas dan benar yang sanggup membedakan antara yang hak dan yang batil) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui ihwal siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang menerima petunjuk.
Belajardari Si Kecil Mungil
Si Kecil Penebar Salam
Sering kita melihat sekelompok semut yang beriringan, apa yang terjadi ternyata mereka ketika bertemu dengan temannya selalu berhenti dan berjabatan tangan bahkan kalau kita mengerti bahasa mereka mungkin mereka mengucapkan salam, sungguh indah dan harmonisnya mereka!.
Bagaimana dengan kita makhluk yang mulia, dengan segenap kesempurnaan yang Allah berikan. Pastinya kita lebih segalanya dari si Kecil ini. Namun kenyataannya kita sudah banyak lupa dengan kebiasaan baik yang dianjurkan Allah dan Rasul- Nya ini, yaitu saling menyapa dan mengucapkan salam ketika bertemu
1. Makruh memberi salam dengan ucapan: “Alaikumus salam” karena di dalam hadits Jabir Radhiallaahu ‘anhu diriwayatkan bahwasanya ia menuturkan : Aku pernah menjumpai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam maka saya berkata: “Alaikas salam ya Rasulallah”. Nabi menjawab: “Jangan kau mengatakan: Alaikas salam”. Di dalam riwayat Abu Daud disebutkan: “karena sesungguhnya ucapan “alaikas salam” itu yakni salam untuk orang-orang yang telah mati”. (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dishahihkan oleh Al-Albani).
2. Dianjurkan mengucapkan salam tiga kali jikalau khalayak banyak jumlahnya. Di dalam hadits Anas disebutkan bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila ia mengucapkan suatu kalimat, ia mengulanginya tiga kali. Dan apabila ia tiba kepada suatu kaum, ia memberi salam kepada mereka tiga kali” (HR. Al-Bukhari).
3. Termasuk sunnah yakni orang mengendarai kendaraan menawarkan salam kepada orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki memberi salam kepada orang yang duduk, orang yang sedikit kepada yang banyak, dan orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Demikianlah disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah yang muttafaq’alaih.
4. Disunnatkan keras ketika memberi salam dan demikian pula menjawabnya, kecuali jikalau di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. Di dalam hadits Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di antaranya: “dan kami pun memerah susu (binatang ternak) hingga setiap orang sanggup pecahan minum dari kami, dan kami sediakan pecahan untuk Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam Miqdad berkata: Maka Nabi pun tiba di malam hari dan menawarkan salam yang tidak membangunkan orang yang sedang tidur, namun sanggup didengar oleh orang yang bangun”.(HR. Muslim).
5. Disunatkan menawarkan salam di waktu masuk ke suatu majlis dan ketika akan meninggalkannya. Karena hadits menyebutkan: “Apabila salah seorang kau hingga di suatu majlis hendaklah menawarkan salam. Dan apabila hendak keluar, hendaklah menawarkan salam, dan tidaklah yang pertama lebih berhak daripada yang kedua. (HR. Abu Daud dan disahihkan oleh Al-Albani).
6. Disunanatkan menberikan salam di ketika masuk ke suatu rumah sekalipun rumah itu kosong, karena Allah swt. telah berfirman dalam surat an-Nuur: 61
Artinya: Maka apabila kau memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kau memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik.
Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, biar kau memahaminya. (Q.S an-Nuur: 61)
Dan karena ucapan Ibnu Umar Radhiallaahu ‘anhuma : “Apabila seseorang akan masuk ke suatu rumah yang tidak berpenghuni, maka hendaklah ia mengucapkan : Assalamu `alaina wa `ala `ibadillahis shalihin” (HR. Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad, dan disahihkan oleh Al-Albani).
7. Dimakruhkan memberi salam kepada orang yang sedang di WC (buang hajat), karena hadits Ibnu Umar Radhiallaahu ‘anhuma yang menyebutkan “Bahwasanya ada seseorang yang lewat sedangkan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam sedang buang air kecil, dan orang itu memberi salam. Maka Nabi tidak menjawabnya”. (HR. Muslim)
8. Disunnatkan memberi salam kepada anak-anak, karena hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu ‘anhu menyebutkan: Bahwasanya ketika ia lewat di sekitar bawah umur ia memberi salam, dan ia mengatakan: “Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. (Muttafaq’alaih).
9. Tidak memulai menawarkan salam kepada Ahlu Kitab, karena Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :” Janganlah kalian terlebih dahulu memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani…..” (HR. Muslim).
Dan apabila mereka yang memberi salam maka kita jawab dengan mengucapkan “wa `alaikum” saja, karena sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila Ahlu Kitab memberi salam kepada kamu, maka jawablah: wa `alaikum”.(Muttafaq’alaih).
10. Disunnatkan memberi saam kepada orang yang kau kenal ataupun yang tidak kau kenal. Di dalam hadits Abdullah bin Umar Radhiallaahu ‘anhu disebutkan bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Islam yang manakah yang paling baik? Jawab Nabi: Engkau menawarkan kuliner dan memberi salam kepada orang yang telah kau kenal dan yang belum kau kenal”. (Muttafaq’alaih).
11. Disunnatkan menjawab salam orang yang memberikan salam lewat orang lain dan kepada yang dititipinya. Pada suatu ketika seorang lelaki tiba kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata: Sesungguhnya ayahku memberikan salam untukmu. Maka Nabi menjawab : “`alaika wa `ala abikas salam”
12. Dilarang memberi salam dengan aba-aba kecuali ada uzur, ibarat karena sedang shalat atau bisu atau karena orang yang akan diberi salam itu jauh jaraknya. Di dalam hadits Jabir bin Abdillah Radhiallaahu ‘anhu diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian memberi salam ibarat orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena sesungguhnya pemberian salam mereka menggunakan aba-aba dengan tangan”. (HR. Al-Baihaqi dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
13. Disunnatkan kepada seseorang berjabat tangan dengan saudaranya. Hadits Rasulullah mengatakan: “Tiada dua orang muslim yang saling berjumpa kemudian berjabat tangan, melainkan diampuni dosa keduanya sebelum mereka berpisah” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
14. Dianjurkan tidak menarik (melepas) tangan kita terlebih dahulu di ketika berjabat tangan sebelum orang yang dijabattangani itu melepasnya. Hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu ‘anhu menyebutkan: “Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila ia diterima oleh seseorang kemudian berjabat tangan, maka Nabi tidak melepas tangannya sebelum orang itu yang melepasnya….” (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
15. Haram hukumnya membungkukkan badan atau sujud ketika memberi penghormatan, karena hadits yang bersumber dari Anas menyebutkan: Ada seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah, kalau salah seorang di antara kami berjumpa dengan temannya, apakah ia harus membungkukkan tubuhnya kepadanya? Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak”. Orang itu bertanya: Apakah ia merangkul dan menciumnya? Jawab nabi: Tidak. Orang itu bertanya: Apakah ia berjabat tangan dengannya? Jawab Nabi: Ya, jikalau ia mau. (HR. At-Turmudzi dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
16. Haram berjabat tangan dengan perempuan yang bukan mahram. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika akan dijabat tangani oleh kaum perempuan di ketika baiat, ia bersabda: “Sesung-guhnya saya tidak berjabat tangan dengan kaum wanita”. (HR.Turmudzi dan Nasai, dan dishahihkan oleh Albani).
Si Kecil yang Rajin Silaturrahim
”Siapa yang ingin rezekinya diperluas dan umurnya panjang maka hendaknya ia bersilaturrahmi.” (HR. Bukhari)
Apakah maksud dari sabda Nabi Saw ini ?
Mungkin banyak orang di antara kita yang menyanggah bukankah rezeki dan umur sudah Allah SWT menetapkan bahkan sebelum kita dilahirkan!
Maka dalam menyikapi hadits shahih dari Rasulullah Saw kita harus mempunyai pandangan yang bijak, karena boleh jadi apa yang disampaikan Rasulullah Saw ini yakni makna tersirat bukan makna tersurat.
Beberapa makna yang sanggup saya pahami dari hadits ini antara lain adalah:
1. Allah SWT akan memanjangkan umur karena silaturrahmi. Karena kita rajin menjalin dan membina relasi baik dengan sesama, maka kita akan dicintai dan disenangi orang. Meski kita sudah wafat berkalang tanah sekalipun, namun nama kita masih disebut dan dikenang orang. Coba Anda perhatikan tokoh-tokoh besar yang jasanya masih disebut orang hingga sekarang. Karena kebaikan relasi yang pernah mereka bangun, dan jasa mereka terhadap orang lain, meski sudah wafat pun ia tetap dikenang orang dan itu menjadi do’a kebaikan untuknya.
2. Silaturrahmi sanggup memanjangkan umur juga bisa dipahami bahwa Allah SWT memberi keberkahan pada seseorang. Katakanlah untuk menjadi seorang dokter seorang jago seseorang harus menimba ilmu bertahun-tahun. Saat ia praktik pun ia boleh memasang tarif sekehendak hatinya. Namun bila ada seseorang yang rajin menjalin relasi baik dan suka bersilaturrahmi kepada dokter seorang jago ini, tentu sang dokter akan enggan mendapatkan bayaran dari orang baik tersebut. Ini boleh jadi yang disebut sebagai menambah rezeki.
Dan disamping itu, orang baik yang suka bersilaturrahmi kepada dokter ini boleh bertanya apa saja kepada dokter ihwal ilmu yang dokter kuasai tanpa harus kuliah kedokteran yang memakan waktu bertahun-tahun.
Pria itu bisa sanggup informasi ihwal ilmu medis dalam waktu singkat tanpa harus buang-buang umur. Bukankah ini yang namanya panjang umur?! Apalagi, sang dokter pastilah akan dengan senang hati menjawab semua pertanyaan orang baik ini yang senantiasa menjaga relasi silaturrahim.
Saya baru-baru ini terkesima membaca sebuah artikel guratan Hendro Prasetyo di internet yang menyingkap pesan tersirat dari sebuah kebiasaan silaturrahmi.
Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa antara tahun 1965–1974 ada dua orang jago epidemi penyakit yang melaksanakan riset pada gaya hidup dan kesehatan penduduk Alameda Country, California yang berjumlah 4725 orang.
Hasil menarik dari riset itu yakni bahwa mereka menemukan bahwa angka selesai hidup tiga kali lebih tinggi pada orang yang pribadi (tertutup) dibandingkan orang-orang yang rajin bersilaturrahmi dan menjalin hubungan
Pada artikel tersebut juga disampaikan bahwa ada sebuah riset yang pernah dilakukan pada penduduk Seattle ditahun 1997. Riset tersebut menyimpulkan bahwa biaya kesehatan lebih rendah didapati pada keluarga yang suka bersilaturrahmi dengan orang lain, dan konon keluarga yang ibarat ini jauh lebih sehat dibandingkan keluarga-keluarga lain.
Mac Arthur Foundation di AS mengeluarkan kesimpulan sejalan yang menyatakan bahwa insan lanjut usia (manula) bisa bertahan hidup lebih usang itu disebabkan mereka kerap bersilaturrahmi dengan keluarga dan kerabat serta rajin hadir dalam pertemuan-pertemuan.
Subhanallah..., begitu dahsyatnya manfaat silaturrahmi yang diajarkan oleh Rasulullah Saw hingga ilmu pengetahuan modern telah menandakan kebenaran bahwa ia sanggup memperpanjang umur!
Lalu bagaimana silaturrahmi bisa menambahkan rezeki?! Rezeki bisa gampang dicari selagi kita punya relasi baik dengan sesama. Karena suka berbuat baik terhadap orang lain, maka mereka pun akan berbuat baik kepada kita. Inilah yang seterusnya akan bermetamorfosis trust, kepercayaan, amanah. Bagaimana seseorang akan mempercayakan hartanya kepada kita untuk diurus dan dikelola, kalau kita tidak mempunyai relasi baik kepadanya.
Seorang sosiolog Harvard berjulukan Mark Granovetter melaksanakan riset pada cara bagaimana orang mendapatkan pekerjaan. Riset ini dilakukan pada tahun 1970-an. Ia menemukan bahwa lebih banyak didominasi orang menerima pekerjaan berdasarkan koneksi pribadi. Karena koneksi atau relasi silaturrahmi itulah seseorang mendapatkan pekerjaan.
Silaturrahmi yang mendatangkan rezeki barangkali terjawab dalam beberapa pengalaman ini:
Suatu hari ayah berpesan pada saya biar selalu tiba setiap pagi ke rumah orang renta sebelum berangkat mencari nafkah. Beliau meminta ini karena berkaca kepada seorang ibu janda yang sukses dalam mendidik anak-anaknya.
Saat ditanya oleh ayah saya, ibu itu selalu berpesan kepada ketiga anaknya untuk mencium tangannya terlebih dahulu sebelum mereka semua memulai aktifitas hari-hari mereka. Ketika anak-anaknya pergi meninggalkan rumah, ibu itu mengantarkan mereka dengan iringan doa hingga Allah beri keberkahan dan kebaikan yang banyak untuk anak-anaknya.
Seorang sahabat berjulukan Hisyam Said. Seperti kebanyakan pengusaha, maju-mundur bisnis yakni hal biasa. Namun belakangan ini bisnis fast food yang ia jalani begitu cepat berkembang. Puluhan outlet berjulukan Paparon Pizza sudah mengisi sudut-sudut kota di tanah air. Hisyam menyadari bahwa bisnis yang ia jalani amat erat bergantung dengan keridhaan ummi atau ibunya. Meski kantor sentra pizza tersebut berada di Warung Jati, Jakarta Selatan, namun ia malah menentukan berkantor di tempat Kramat, Jakarta Pusat. Di sana setiap pagi dan sore, Hisyam bisa mengunjungi umminya yang sudah berusia 80 tahun lebih dan menghiburnya di masa-masa renta usianya
“Ridhallahi fi ridhal waalidaini, wa sukhtullahi fii sukhtil walidaini.” Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah juga berlaku sedemikian.
Demikianlah keberkahan Allah yang diturunkan bagi hamba-hamba-Nya yang kerap menyambungkan tali silaturahmi.
Si Kecil Penolong
Si kecil ini ternyata makhluk yang yang suka membantu terhadap sesamanya, terbukti ketika akan membuat sebuah sarang mereka pundak membahu untuk mewujudkannya, tidak kenal lelah hingga tujuannya tercapai. Sungguh sangat indah manakala saling membantu diantara kita tidak hilang.
Melihat fenomena yang terjadi sekarang, sangatlah miris sekali, tidak jarang sesama muslim sendiri sudah saling tidak mengenal, saling menjatuhkan, saling menghina dan lain-lain yang sepatutnya tidak terjadi.
Sesuai fitrah, kita diciptakan oleh Allah swt. sebagai makhluk sosial. Interaksi dengan orang lain menjadi kebutuhan mutlak. Sehingga bisa terjadi sosialisasi, saling tolong menolong dan saling melengkapi sesuai kemampuan yang menempel pada diri masing-masing.
Pernahkah kita memikirkan ketika kita menikmati makanan, berapa jumlah orang yang telah berkontribusi terhadap kita ?
Makanan yang kita makan melibatkan sekian orang petani, peternak, nelayan, pedagang materi makanan, pengemudi kendaraan yang mengangkut materi makanan. Untuk mengolah materi kuliner diharapkan materi bakar berupa gas atau minyak tanah. Ribuan orang bekerja di pabrik pengolah gas, kilang minyak tanah, dan sumur penambangan gas dan minyak bumi. Kompor, panci, wajan untuk mengolah kuliner diproduksi di pabrik yang juga melibatkan sekian banyak pekerja.
Subhanallah, rahmat Allah swt. diturunkan kepada kita dengan perantaraan sekian banyak orang, sehingga kita bisa menikmati kuliner yang merupakan kebutuhan hidup.
Ilustrasi di atas sebagai sekedar contoh. Ternyata satu jenis nikmat Allah swt. kepada kita tiba dengan banyak sekali cara dan jalan yang dikehendaki-Nya. Padahal nikmat-Nya tak terhitung banyaknya. Orang-orang di sekitar kita dan di tempat lain yang tidak kita ketahui telah menawarkan manfaat untuk kita.
Sewajarnya kita tidak perlu merasa hebat. Keberhasilan kita dalam banyak sekali hal tidak bisa dianggap karena kiprah sendiri. Orang lain ikut berperan sesuai kemampuannya. Jangan pula merasa berjasa dikarenakan telah menawarkan kebaikan kepada orang lain dengan mengatakan, ” Dia bisa maju usahanya karena saya telah membantunya dalam banyak hal ”, atau mengatakan, ” Bos bisa maju karirnya berkat kerja keras saya sebagai bawahannya. ”
Orang bijak mengatakan, ” Lupakanlah kebaikan-kebaikan kita kepada orang lain. Namun ingatlah selalu kebaikan-kebaikan orang lain pada diri kita. Lupakan pula kesalahan-kesalahan orang lain pada diri kita, sebaliknya ingatlah selalu kejelekan-kejelekan yang telah kita lakukan terhadap orang lain. ”
Fenomena kehidupan dunia ketika ini sangat hedonis. Dampaknya, insan mempunyai kecenderungan untuk bersifat egoistik. Lebih mementingkan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan orang lain. Banyak rujukan faktual egoisme yang ditemui sehari-hari dalam kehidupan.
Bisa jadi, kita telah melaksanakan praktek-praktek egoisme tersebut secara sadar ataupun tidak. Harus disadari bahwa egoisme yakni suatu penyimpangan dari jalan yang diridhoi-Nya.
Untuk mengantisipasi sifat egoistik yang ada pada diri kita diharapkan suatu ikhtiar, yaitu dengan menumbuhkan empati. Empati merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam interaksi antar pribadi. Dengan empati, kita bisa saling memahami apa yang dirasakan oleh orang lain.
Sehingga kita tidak akan meraih tujuan yang mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan pada orang lain. Pada dasarnya, tenggang rasa itu telah tertanam pada diri setiap manusia. Suatu sunatullah yang telah dilekatkan pada penciptaan insan oleh Allah swt.
Saling memahami antar pribadi yang timbul dari tenggang rasa akan meningkatkan kesadaran akan saling ketergantungan. Karenanya akan timbul cita-cita saling bekerjasama. Selanjutnya akan timbul cita-cita untuk mendahulukan kepentingan orang lain. Akhirnya terjalin rasa belas kasihan dan tenggang rasa terhadap sesama hamba Allah swt.
Rasulullah saw., panutan kita, mempunyai tenggang rasa yang dalam terhadap orang lain ibarat yang tergambar dalam ayat berikut ini.
Artinya:
Sungguh telah tiba kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin. (Q.S at-Taubat: 128)
Dalam sebuah hadits, rasulullah pernah mengatakan:
“ Seorang muslim bersaudara dengan sesama Muslim lainnya, tidak boleh menganiaya dan tidak boleh dibiarkan dianiaya oleh orang lain. Dan barangsiapa yang memberikan hajat saudaranya, pasti Allah akan memberikan hajatnya. Dan barangsiapa membebaskan kesukaran seorang Muslim di dunia, pasti Allah akan membebaskan kesukarannya di hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi kejelekan seorang Muslim, pasti Allah akan menutup kejelekannya di hari kiamat. ” (HR Bukhari Muslim).
Hadits di atas menekankan ihwal pentingnya tenggang rasa dengan memahami permasalahan yang dihadapi oleh orang lain. Kepedulian terhadap kesulitan orang lain merupakan indikator sejauh mana rasa ukhuwah seseorang terhadap orang lain.
Dalam hal ini atribut-atribut duniawi ibarat pangkat, kedudukan ataupun status sosial harus ditanggalkan. Harus disadari bahwa kita semua yakni hamba Allah swt.
Kita selalu membutuhkan dukungan orang lain dalam banyak sekali hal. Kondisi tidak bisa berbuat sesuatu, ibarat ketika kelahiran atau ketika selesai hidup memperlihatkan rujukan betapa pertolongan orang lain sangat kita butuhkan.
Artinya: ”Dan tolong-menolonglah kau dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kau kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. ” (Q.S al-Maa-idah: 2)
Bangsa kita yang sedang bangun dari keterpurukan, harus menumbuhkan tenggang rasa antar pribadi dalam banyak sekali aspek kehidupan. Egoisme dibuang jauh-jauh demi tujuan bersama yang lebih mulia yaitu kemajuan dan kejayaan bangsa.
Pejabat saling berempati dengan rakyat, antar pejabat saling berempati, pimpinan saling berempati dengan bawahan dan seterusnya. Sifat tolong menolong dikedepankan. Dengan kondisi ibarat ini, atas izin Allah swt. banyak sekali permasalahan bangsa sanggup teratasi.
Si Kecil Pekerja Keras
Ada satu cerita, suatu ketika ada seorang Arab Badui pergi karena sesuatu keperluan, ketika ia merasa sangat letih, penat dan merasa putus asa, maka ia terduduk dan berfikir untuk kembali lagi. Kemudian ia melihat seekor semut yang merangkak naik ke atas watu besar, namun semut tersebut jatuh, kemudian merangkak lagi dan jatuh lagi. Hal ini terjadi berkali-kali, namun si semut tetap mencuba dan berusaha, sehingga jadinya ia berhasil hingga ke atas watu besar tersebut.
Melihat pemandangan tersebut, orang Arab Badui tersebut berkata dalam hati: “Saya seharusnya lebih patut untuk bersabar dan berusaha keras daripada semut tersebut.” Lalu ia pun melanjutkan perjalanannya kembali, sehingga jadinya ia pun sanggup hingga ke tempat tujuan yang diinginkan, dan ia berkata:
“Cari dan raih, jangan pernah berkeluh-kesah dan bosan dari perjuangan meraih apa yang kau inginkan. Karena penyakit orang yang ingin mencari dan meraih sesuatu yakni rasa bosan.”
“Tidakkah kau lihat tali yang tidak seberapa panjang, namun sanggup mengalahkan sebuah watu yang keras?”
Sesungguhnya di dalam kehidupan semut terdapat pengajaran dan teladan bagi orang-orang yang berakal, yaitu kegigihan, kesabaran, tekad kuat, perilaku pantang mengalah dan berusaha tanpa mengenal kata letih dan bosan.
Semut populer mempunyai perilaku cerdik yang luar biasa dalam usahanya mendapatkan apa yang diinginkan.
Seorang yang pernah menulis dan meneliti ihwal kehidupan semut menyampaikan bahwa semut mengumpulkan makanannya dari animo panas hingga animo sejuk.
Karena semut tidak banyak keluar pada animo sejuk, maka ia menyimpan kuliner animo sejuk dan hanya dimakan ketika benar-benar telah tiba masanya.
Dan biar biji-bijian yang ia simpan tidak tumbuh di dalam tempat penyimpanan, maka dengan izin dan kuasa Allah swt. (Zat Yang telah menawarkan kepada setiap sesuatu bentuk kejadiannya kemudian memberi bekalnya dengan sesuatu yang sanggup dijadikan untuk mencari penghidupan), si semut membelah biji tersebut dari tengah biar tidak tumbuh.
Jika jalan yang dilalui oleh semut terhalang oleh genangan air yang tidak sanggup ia lalui, maka ia bersama kawan-kawannya saling bekerjasama membuat semacam jambatan.
Jika semut-semut yang lain sudah menyeberang, maka semut-semut yang membentuk semacam jambatan tersebut merapat ke tepi. Maha Suci Zat Yang telah menawarkan kepada setiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberi bekal kepadanya dengan akal, instink (naluri) dan talenta semula jadi untuk melanjutkan kehidupannya masing-masing!
Jika seekor semut menemukan sepotong daging atau kaki belalang, namun ia tidak berpengaruh untuk membawa sendiri, maka ia akan pulang ke rumah semut dan memanggil kawan-kawannya yang lain untuk gotong royong membawa kuliner yang ditemukan tersebut.
“Semut juga bisa mengangkat benda seberat 10 kali berat dirinya.“
Semut bergerak 24 jam sehari. Kecepatan berjalan semut, 0,5 km/jam dengan volume yang 1/130, maka kecepatan semut seukuran insan yakni 80 km/jam.
Dalam berduel semut bisa mengimbangi binatang atau serangga musuh 5 kali lebih besar dari dirinya (kecuali lebah, laba-laba dan lipan)
Apabila diluruskan sarang semut sepanjang 7 km. Ternyata binatang yang terlemah dan tak tenar ini sebenarnya yakni yang terkuat di muka bumi. Kalau tidak salah ada juga semut ini disebutkan dalam kitab suci. Kelihatannya pantas karena memang binatang super.
Bisa jadi mungkin ada pesan tersirat dibalik kitab suci pada semut, mungkin kita supaya sering merenungkan sifat semut, yang tidak populer tapi setia, pekerja, dan kuat.
Semut mempunyai sifat gigih dan kesabaran luar biasa yang sanggup menjadi pengajaran bagi orang yang ingin meraih kesuksesan. Bahkan seandainya anda meletakkan sebuah watu di tengah-tengah jalan yang dipakai untuk dilalui oleh kawanan semut, maka mereka akan terhenti, namun tidak akan mundur dan berbalik arah ke belakang lagi.
Akan tetapi ia akan tetap menunggu atau berusaha menaiki watu yang anda letakkan tersebut atau berusaha melalui celah-celah yang ada di kanan dan kiri watu atau mencari jalan alternatif lain yang menghala ke arah dan tujuan yang sama, mereka tidak mengenal kata mundur ke belakang dan kembali ke tempat sebelumnya.”
Maasya Allah ! Subhanallah wallahu akbar ! begitu indah dan dahsyat ciptaan Mu ya Allah..hamba malu dengan identitas : "sebagai makhluq tepat " yang engkau ciptakan..
"Rabbana..Dzalamna Anfusana..wa inlam taghfirlana watarhamnaa lanakunanna minal khaasirin..."
Mari kita renungkan !
Saudaraku, tentu pernah membeli susu kental manis dalam kaleng bukan? Begitupun saya. Setiap kali membeli susu kaleng, setelah kalengnya dilubangi biasanya saya simpan dalam mangkuk yang telah terisi air, dengan maksud terhindar dari semut.
Suatu pagi, sebelum berangkat kerja, saya menyiapkan minuman hangat favorit, segelas air teh hangat dicampur susu dalam kaleng. Sebelum menuangkan susu ke dalam gelas, kulihat di air dalam mangkok tempat susu itu beberapa ekor semut yang sudah tak bernyawa.
Saudaraku,
Sungguh pemandangan yang mungkin biasa kita lihat, sekumpulan semut yang mati di tengah genangan air. Namun pernahkah kita renungkan betapa hebatnya mentalitas sang semut walaupun bertubuh kecil tapi mempunyai semangat yang sangat besar.
Semut tahu di dalam kaleng itu ada susu yang lezat, tapi ada genangan air yang menghalanginya. Maka Ia pun berenang, walaupun nyawa menjadi taruhannya.
Dan tahukah, di antara mereka ada yang berhasil menikmati susu kaleng itu, walaupun sebagian di antara mereka ada yang meregang nyawa.
Di antara pelajaran berharga dari makhluk Allah yang berjulukan “semut’ yakni makna sebuah kerja keras. Bukankah seringkali kita tidak bersemangat ketika mendapatkan sebuah tantangan baru, merasa diri tidak mampu, padahal ketika itu kita tahu bahwa ada sebuah kenikmatan yang bisa kita dapatkan seandainya kita bisa melewati dengan baik tantangan itu.
Kita pun jadinya berpasrah diri, mendapatkan keadaan ketika ini tanpa beranjak kepada situasi dan kondisi kehidupan yang lebih baik.
Ibarat sebuah perjalanan, bekerja keras tentu yakni sebuah gerak langkah menuju satu tujuan. Jika kita membisu tanpa sebuah gerakan apapun, tentu kita tidak akan pernah hingga pada sebuah tujuan. Bukankah alam semesta pun bergerak? Bayangkan seandainya bumi berhenti bergerak, matahari enggan berputar, planet dan bintang-bintang berdiam diri, tentu kita tahu apa yang akan terjadi dengan kehidupan insan dan alam semesta raya.
Lihatlah air yang tergenang tiada mengalir, biasanya kotor bahkan bisa menjadi sumber penyakit, kemudian bandingkan dengan air sungai jernih yang mengalir deras dari pegunungan tentu akan terlihat lebih segar menyejukkan.
Belajar kerja keras dari sang semut, teringat suatu ketika dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah mencium tangan orang yang bekerja mencari kayu, yaitu Sa’ad bin Mu’az ketika melihat tangannya bernafsu karena dia bekerja keras.
Nabi Muhammad SAW pun bersabda, "Inilah dua telapak tangan yang dicintai Allah.” Rasulullah SAW sebagai pemimpin sejati, tentu menjadi suri teladan dalam hal kerja keras.
Tiada mungkin terbangun peradaban emas kaum muslimin kurun ke 7 s.d 14 di Andalusia Spanyol tanpa sebuah mental kerja keras Rasulullah dan para sahabatnya.
Sungguh tiada mungkin, Islam menyebar hingga ke seluruh pelosok negeri jikalau saja Rasulullh dan para sahabatnya berpangku tangan tanpa sebuah kerja keras.
Selain bekerja keras siang dan malam untuk umatnya, Rasulullah pun diriwayatkan, menjahit sendiri bajunya, memeras sendiri susu kambingnya dan melayani keluarga. Subhanallah.
Menarik apa yang di sampaikan salah seorang sahabat Rasulullah, Umar bin Khattab,
”Janganlah salah seorang kau duduk di mesjid dan berdo’a, ‘Ya Allah berilah saya rezeki’. Sedangkan ia tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan hujan perak.” Bahkan Umar pernah menegur seseorang yang hanya duduk berdo’a di masjid tanpa mau bekerja dan berusaha, hanya mengharapkan dukungan orang lain.
Sifat malas bukanlah perilaku mental yang diajarkan Rasulullah. Karenanya ia pernah berdo’a kepada Allah biar dilindungi dari sifat lemah dan malas.
”Ya Allah, Aku berlindung kepada-Mu dari kegelisahan dan kesedihan, Aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan. Aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan pelit, Aku berlindung kepada-Mu dari jeratan hutang dan kesewenang-wenangan orang lain.”
Akhirnya, marilah kita jadikan setiap desah nafas sebagai dzikir kita kepada Allah SWT. Kita jadikan setiap gerak langkah kita sebagai tasbih kita kepada-Nya. Apapun profesi kita, di manapun kita bekerja, apapun status kita, jadikanlah semuanya sebagai dedikasi kepada Allah tanda syukur kita kepada Tuhan yang telah menghidupkan dan menggerakkan kita.
Islam mengajarkan bekerja keras
Kerja pada hakekatnya adalahnya manifestasi amal kebajikan. Sebagai sebuah amal, maka niat dalam menjalankannya akan menentukan penilaian.
Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad bersabda, “Sesungguhnya nilai amal itu ditentukan oleh niatnya.” Amal seseorang akan dinilai berdasar apa yang diniatkannya.
Suatu hari Nabi Muhammad berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari.
Ketika itu Nabi Muhammad melihat tangan Sa’ad melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman ibarat terpanggang matahari. “Kenapa tanganmu?,” tanya Nabi kepada Sa’ad. “Wahai Rasulullah,” jawab Sa’ad, “Tanganku ibarat ini karena saya mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku”. Seketika itu Nabi mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya seraya berkata, “Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka”.
Dalam kisah lain disebutkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui tempat Nabi Muhammad. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat ulet dan tangkas. Para sahabat kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, andaikata bekerja semacam orang itu sanggup digolongkan jihad fi sabilillah, maka alangkah baiknya.” Mendengar itu Nabi pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu yakni fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia, itu yakni fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri biar tidak meminta-minta, itu juga fi sabilillah.” (HR. Ath-Thabrani).
Kerja yakni perintah suci Allah kepada manusia. Meskipun darul abadi lebih kekal daripada dunia, namun Allah tidak memerintahkan hambanya meninggalkan kerja untuk kebutuhan duniawi.
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (untuk kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kau melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat oke (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kau berbuat kerusakan di bumi.” (QS. Al-Qashash: 77).
“Bukanlah orang yang paling baik darimu itu yang meninggalkan dunianya karena akhiratnya, dan tidak pula yang meninggalkan akhiratnya karena dunianya. Sebab, dunia itu penyampaian pada darul abadi dan janganlah kau menjadi beban atas manusia.” (HR. Ibnu ‘Asakir dari Anas).
Adanya siang dan malam dalam alam dunia ini, merupakan aba-aba akan adanya kewajiban bekerja (pada siang hari).
“Dan Kami telah membuat waktu siang untuk mengusahakan suatu kehidupan.” (QS. An-Naba’: 11).
“Kami telah mengakibatkan untukmu semua di dalam bumi itu sebagai lapangan mengusahakan kehidupan. Tetapi sedikit sekali kau berterima kasih,” (QS. Al-A’raf: 10).
“Apabila Telah ditunaikan shalat, maka menyebarlah di bumi dan carilah dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kau beruntung.” (QS. Al-Jum’ah: 10).
Untuk menawarkan motivasi dalam bekerja, Nabi Muhammad, menggunakan bahasa yang sangat mengunggah dan menyadarkan. “Bekerjalah untuk duniamu seperti kau akan hidup selama-lamanya. Dan beramallah untuk akhiratmu, seperti kau akan mati besok.” (HR. Baihaqi).
Bekerja juga akan membuat insan lebih merdeka, dengan tidak menggantungkan diri kepada orang lain, ibarat dengan meminta-minta. “Demi, jikalau seseorang di antara kau membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, dengan bekerja itu Allah mencukupi kebutuhanmu, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain. (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah pernah ditanya, “Pekerjaan apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Pekerjaan terbaik yakni usahanya seseorang dengan tangannya sendiri dan semua perjualbelian yang dianggap baik” (HR. Ahmad, Baihaqi, dan lain-lain).
Islam juga menganjurkan untuk bekerja dengan sepenuh hati untuk menawarkan kualitas hasil terbaik. Bahkan kerja keras yang tulus merupakan penghapus dosa.
“Sebaik-baik pekerjaan ialah usahanya seorang pekerja jikalau ia berbuat sebaik-baiknya” (HR. Ahmad).
“Siapa bekerja keras hingga lelah dari kerjanya, maka ia terampuni (dosanya) karenanya.” (Al-Hadist).
“Berpagi-pagilah dalam mencari rezeki dan kebutuhan hidup. Sesungguhnya pagi-pagi itu mengandung berkah dan keberuntungan” (HR. Ibnu Adi dari Aisyah).
“Sesungguhnya Allah menginginkan jikalau salah seorang darimu bekerja, maka hendaklah meningkatkan kualitasnya” (Al-Hadist).
Bekerja tidak akan lepas dari bingkai relasi sosial, karenanya aturan-aturan yang ada harus dipatuhi. Etika dalam bekerja tetap harus dijaga. “Carilah kebutuhan hidup dengan senantiasa menjaga harga diri. Sesungguhnya segala problem itu berjalan berdasarkan ketentuan” (HR. Ibnu Asakir dari Abdullah bin Basri).
Dalam konteks sosial (termasuk organisasional) bekerja yakni amanah.
Amanah harus ditunaikan dengan baik. Pengabaian terhadap amanah yakni sebuah pengkhianatan yang merupakan salah satu tanda orang munafik.
Bekerja dengan sungguh-sungguh yakni syarat sebuah kemajuan. kemajuan yang didapat tanpa kerja keras yakni pengingkaran sunnatullah.
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ra’d: 11).
Dalam ayat lain diungkapkan “Dan bahwa seorang insan tidak akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.“ (QS. Al-Najm: 39).
Mari, dalam bekerja, kita luruskan niat, kuatkan motivasi, perhatikan etika dan aturan yang ada, sebagai upaya penuaian amanah yang merupakan syarat kemajuan.
Makhluk ini, dengan perlengkapan komplit untuk mengalahkan pesaing tangguh dan bertahan dalam kondisi alam yang sulit, dalam penglihatan kita mungkin semua serupa.
Padahal, sebenarnya setiap spesies dari genus semut yang jumlahnya ribuan mempunyai ciri-ciri yang berlainan. Kami yakin bahwa makhluk yang mempunyai populasi tertinggi di dunia ini sanggup membuka cakrawala gres bagi kita, dalam cakupan ciri-ciri tersebut.
Buku ini akan menyingkap dunia semut yang istimewa dan mempesona. Kita akan menyaksikan hal-hal yang berhasil dilakukan masyarakat semut ini dengan tubuhnya yang kecil. Dan semut yang hidup sekarang, kira-kira berjumlah 8800 spesies.
Perilaku cerdas semut-semut tersebut memperlihatkan adanya pesan tersirat atau pengetahuan yang luar biasa. Akan tetapi pesan tersirat ini mustahil berasal dari semut-semut itu sendiri. Sebab, mereka hanyalah sekedar mahluk-mahluk kecil. Makara kalau demikian, semua keahlian semut pasti memperlihatkan kepada insan ihwal pesan tersirat Allah swt.
Untuk membentangkan kebesaran-Nya dan seni penciptaan-Nya, Allah swt., Pencipta semut, mengakibatkan makhluk-makhluk kecil ini bisa melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang tidak akan pernah bisa mereka lakukan berdasarkan pengetahuan dan kehendak mereka sendiri.
Sementara itu, Mulla Shadra mengelompokkan kata pesan tersirat dalam al-Quran menjadi empat pengertian, yaitu:
1. Hikmah bisa berarti nasihat-nasihat al-Quran, sebagaimana firman Allah swt.:
Artinya: Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak sanggup membahayakanmu sedikitpun kepadamu. dan (juga karena) Allah telah menurunkan kitab dan Hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kau ketahui. dan yakni karunia Allah sangat besar atasmu.”(QS. an-Nisaa: 113)
Dalam surat ‘Ali Imran ayat 164
Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka yakni benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
2. Hikmah yang mengandung arti pemahaman dan ilmu. Hal ini sanggup dilihat dalam firman-Nya dalam Q.S Maryam: 12
Artinya: Hai Yahya, ambillah Al kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. dan Kami berikan kepadanya pesan tersirat (kenabian atau pemahaman) selagi ia masih kanak-kanak,” (Depag RI, 1989: 463)
Dalam Q.S Luqman: 12
Artinya: Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
3. Hikmah dalam pengertian kenabian, dalam Q.S al-Baqarah: 251
Artinya: Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah menawarkan kepadanya (Daud) pemerintahan dan pesan tersirat (kenabian) (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian umat insan dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.
4. Hikmah bisa berarti al-Quran yang di dalamnya mengandung keajaiban dan dipenuhi rahasia-rahasianya. Hal ini bisa dicermati dalam firman-Nya dalam Q.S an-Nahl: 125
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan pesan tersirat (perkataan yang tegas dan benar yang sanggup membedakan antara yang hak dan yang batil) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui ihwal siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang menerima petunjuk.
Belajardari Si Kecil Mungil
Si Kecil Penebar Salam
Sering kita melihat sekelompok semut yang beriringan, apa yang terjadi ternyata mereka ketika bertemu dengan temannya selalu berhenti dan berjabatan tangan bahkan kalau kita mengerti bahasa mereka mungkin mereka mengucapkan salam, sungguh indah dan harmonisnya mereka!.
Bagaimana dengan kita makhluk yang mulia, dengan segenap kesempurnaan yang Allah berikan. Pastinya kita lebih segalanya dari si Kecil ini. Namun kenyataannya kita sudah banyak lupa dengan kebiasaan baik yang dianjurkan Allah dan Rasul- Nya ini, yaitu saling menyapa dan mengucapkan salam ketika bertemu
1. Makruh memberi salam dengan ucapan: “Alaikumus salam” karena di dalam hadits Jabir Radhiallaahu ‘anhu diriwayatkan bahwasanya ia menuturkan : Aku pernah menjumpai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam maka saya berkata: “Alaikas salam ya Rasulallah”. Nabi menjawab: “Jangan kau mengatakan: Alaikas salam”. Di dalam riwayat Abu Daud disebutkan: “karena sesungguhnya ucapan “alaikas salam” itu yakni salam untuk orang-orang yang telah mati”. (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dishahihkan oleh Al-Albani).
2. Dianjurkan mengucapkan salam tiga kali jikalau khalayak banyak jumlahnya. Di dalam hadits Anas disebutkan bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila ia mengucapkan suatu kalimat, ia mengulanginya tiga kali. Dan apabila ia tiba kepada suatu kaum, ia memberi salam kepada mereka tiga kali” (HR. Al-Bukhari).
3. Termasuk sunnah yakni orang mengendarai kendaraan menawarkan salam kepada orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki memberi salam kepada orang yang duduk, orang yang sedikit kepada yang banyak, dan orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Demikianlah disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah yang muttafaq’alaih.
4. Disunnatkan keras ketika memberi salam dan demikian pula menjawabnya, kecuali jikalau di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. Di dalam hadits Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di antaranya: “dan kami pun memerah susu (binatang ternak) hingga setiap orang sanggup pecahan minum dari kami, dan kami sediakan pecahan untuk Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam Miqdad berkata: Maka Nabi pun tiba di malam hari dan menawarkan salam yang tidak membangunkan orang yang sedang tidur, namun sanggup didengar oleh orang yang bangun”.(HR. Muslim).
5. Disunatkan menawarkan salam di waktu masuk ke suatu majlis dan ketika akan meninggalkannya. Karena hadits menyebutkan: “Apabila salah seorang kau hingga di suatu majlis hendaklah menawarkan salam. Dan apabila hendak keluar, hendaklah menawarkan salam, dan tidaklah yang pertama lebih berhak daripada yang kedua. (HR. Abu Daud dan disahihkan oleh Al-Albani).
6. Disunanatkan menberikan salam di ketika masuk ke suatu rumah sekalipun rumah itu kosong, karena Allah swt. telah berfirman dalam surat an-Nuur: 61
Artinya: Maka apabila kau memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kau memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik.
Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, biar kau memahaminya. (Q.S an-Nuur: 61)
Dan karena ucapan Ibnu Umar Radhiallaahu ‘anhuma : “Apabila seseorang akan masuk ke suatu rumah yang tidak berpenghuni, maka hendaklah ia mengucapkan : Assalamu `alaina wa `ala `ibadillahis shalihin” (HR. Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad, dan disahihkan oleh Al-Albani).
7. Dimakruhkan memberi salam kepada orang yang sedang di WC (buang hajat), karena hadits Ibnu Umar Radhiallaahu ‘anhuma yang menyebutkan “Bahwasanya ada seseorang yang lewat sedangkan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam sedang buang air kecil, dan orang itu memberi salam. Maka Nabi tidak menjawabnya”. (HR. Muslim)
8. Disunnatkan memberi salam kepada anak-anak, karena hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu ‘anhu menyebutkan: Bahwasanya ketika ia lewat di sekitar bawah umur ia memberi salam, dan ia mengatakan: “Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. (Muttafaq’alaih).
9. Tidak memulai menawarkan salam kepada Ahlu Kitab, karena Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :” Janganlah kalian terlebih dahulu memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani…..” (HR. Muslim).
Dan apabila mereka yang memberi salam maka kita jawab dengan mengucapkan “wa `alaikum” saja, karena sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila Ahlu Kitab memberi salam kepada kamu, maka jawablah: wa `alaikum”.(Muttafaq’alaih).
10. Disunnatkan memberi saam kepada orang yang kau kenal ataupun yang tidak kau kenal. Di dalam hadits Abdullah bin Umar Radhiallaahu ‘anhu disebutkan bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Islam yang manakah yang paling baik? Jawab Nabi: Engkau menawarkan kuliner dan memberi salam kepada orang yang telah kau kenal dan yang belum kau kenal”. (Muttafaq’alaih).
11. Disunnatkan menjawab salam orang yang memberikan salam lewat orang lain dan kepada yang dititipinya. Pada suatu ketika seorang lelaki tiba kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata: Sesungguhnya ayahku memberikan salam untukmu. Maka Nabi menjawab : “`alaika wa `ala abikas salam”
12. Dilarang memberi salam dengan aba-aba kecuali ada uzur, ibarat karena sedang shalat atau bisu atau karena orang yang akan diberi salam itu jauh jaraknya. Di dalam hadits Jabir bin Abdillah Radhiallaahu ‘anhu diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian memberi salam ibarat orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena sesungguhnya pemberian salam mereka menggunakan aba-aba dengan tangan”. (HR. Al-Baihaqi dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
13. Disunnatkan kepada seseorang berjabat tangan dengan saudaranya. Hadits Rasulullah mengatakan: “Tiada dua orang muslim yang saling berjumpa kemudian berjabat tangan, melainkan diampuni dosa keduanya sebelum mereka berpisah” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
14. Dianjurkan tidak menarik (melepas) tangan kita terlebih dahulu di ketika berjabat tangan sebelum orang yang dijabattangani itu melepasnya. Hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu ‘anhu menyebutkan: “Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila ia diterima oleh seseorang kemudian berjabat tangan, maka Nabi tidak melepas tangannya sebelum orang itu yang melepasnya….” (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
15. Haram hukumnya membungkukkan badan atau sujud ketika memberi penghormatan, karena hadits yang bersumber dari Anas menyebutkan: Ada seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah, kalau salah seorang di antara kami berjumpa dengan temannya, apakah ia harus membungkukkan tubuhnya kepadanya? Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak”. Orang itu bertanya: Apakah ia merangkul dan menciumnya? Jawab nabi: Tidak. Orang itu bertanya: Apakah ia berjabat tangan dengannya? Jawab Nabi: Ya, jikalau ia mau. (HR. At-Turmudzi dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
16. Haram berjabat tangan dengan perempuan yang bukan mahram. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika akan dijabat tangani oleh kaum perempuan di ketika baiat, ia bersabda: “Sesung-guhnya saya tidak berjabat tangan dengan kaum wanita”. (HR.Turmudzi dan Nasai, dan dishahihkan oleh Albani).
Si Kecil yang Rajin Silaturrahim
”Siapa yang ingin rezekinya diperluas dan umurnya panjang maka hendaknya ia bersilaturrahmi.” (HR. Bukhari)
Apakah maksud dari sabda Nabi Saw ini ?
Mungkin banyak orang di antara kita yang menyanggah bukankah rezeki dan umur sudah Allah SWT menetapkan bahkan sebelum kita dilahirkan!
Maka dalam menyikapi hadits shahih dari Rasulullah Saw kita harus mempunyai pandangan yang bijak, karena boleh jadi apa yang disampaikan Rasulullah Saw ini yakni makna tersirat bukan makna tersurat.
Beberapa makna yang sanggup saya pahami dari hadits ini antara lain adalah:
1. Allah SWT akan memanjangkan umur karena silaturrahmi. Karena kita rajin menjalin dan membina relasi baik dengan sesama, maka kita akan dicintai dan disenangi orang. Meski kita sudah wafat berkalang tanah sekalipun, namun nama kita masih disebut dan dikenang orang. Coba Anda perhatikan tokoh-tokoh besar yang jasanya masih disebut orang hingga sekarang. Karena kebaikan relasi yang pernah mereka bangun, dan jasa mereka terhadap orang lain, meski sudah wafat pun ia tetap dikenang orang dan itu menjadi do’a kebaikan untuknya.
2. Silaturrahmi sanggup memanjangkan umur juga bisa dipahami bahwa Allah SWT memberi keberkahan pada seseorang. Katakanlah untuk menjadi seorang dokter seorang jago seseorang harus menimba ilmu bertahun-tahun. Saat ia praktik pun ia boleh memasang tarif sekehendak hatinya. Namun bila ada seseorang yang rajin menjalin relasi baik dan suka bersilaturrahmi kepada dokter seorang jago ini, tentu sang dokter akan enggan mendapatkan bayaran dari orang baik tersebut. Ini boleh jadi yang disebut sebagai menambah rezeki.
Dan disamping itu, orang baik yang suka bersilaturrahmi kepada dokter ini boleh bertanya apa saja kepada dokter ihwal ilmu yang dokter kuasai tanpa harus kuliah kedokteran yang memakan waktu bertahun-tahun.
Pria itu bisa sanggup informasi ihwal ilmu medis dalam waktu singkat tanpa harus buang-buang umur. Bukankah ini yang namanya panjang umur?! Apalagi, sang dokter pastilah akan dengan senang hati menjawab semua pertanyaan orang baik ini yang senantiasa menjaga relasi silaturrahim.
Saya baru-baru ini terkesima membaca sebuah artikel guratan Hendro Prasetyo di internet yang menyingkap pesan tersirat dari sebuah kebiasaan silaturrahmi.
Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa antara tahun 1965–1974 ada dua orang jago epidemi penyakit yang melaksanakan riset pada gaya hidup dan kesehatan penduduk Alameda Country, California yang berjumlah 4725 orang.
Hasil menarik dari riset itu yakni bahwa mereka menemukan bahwa angka selesai hidup tiga kali lebih tinggi pada orang yang pribadi (tertutup) dibandingkan orang-orang yang rajin bersilaturrahmi dan menjalin hubungan
Pada artikel tersebut juga disampaikan bahwa ada sebuah riset yang pernah dilakukan pada penduduk Seattle ditahun 1997. Riset tersebut menyimpulkan bahwa biaya kesehatan lebih rendah didapati pada keluarga yang suka bersilaturrahmi dengan orang lain, dan konon keluarga yang ibarat ini jauh lebih sehat dibandingkan keluarga-keluarga lain.
Mac Arthur Foundation di AS mengeluarkan kesimpulan sejalan yang menyatakan bahwa insan lanjut usia (manula) bisa bertahan hidup lebih usang itu disebabkan mereka kerap bersilaturrahmi dengan keluarga dan kerabat serta rajin hadir dalam pertemuan-pertemuan.
Subhanallah..., begitu dahsyatnya manfaat silaturrahmi yang diajarkan oleh Rasulullah Saw hingga ilmu pengetahuan modern telah menandakan kebenaran bahwa ia sanggup memperpanjang umur!
Lalu bagaimana silaturrahmi bisa menambahkan rezeki?! Rezeki bisa gampang dicari selagi kita punya relasi baik dengan sesama. Karena suka berbuat baik terhadap orang lain, maka mereka pun akan berbuat baik kepada kita. Inilah yang seterusnya akan bermetamorfosis trust, kepercayaan, amanah. Bagaimana seseorang akan mempercayakan hartanya kepada kita untuk diurus dan dikelola, kalau kita tidak mempunyai relasi baik kepadanya.
Seorang sosiolog Harvard berjulukan Mark Granovetter melaksanakan riset pada cara bagaimana orang mendapatkan pekerjaan. Riset ini dilakukan pada tahun 1970-an. Ia menemukan bahwa lebih banyak didominasi orang menerima pekerjaan berdasarkan koneksi pribadi. Karena koneksi atau relasi silaturrahmi itulah seseorang mendapatkan pekerjaan.
Silaturrahmi yang mendatangkan rezeki barangkali terjawab dalam beberapa pengalaman ini:
Suatu hari ayah berpesan pada saya biar selalu tiba setiap pagi ke rumah orang renta sebelum berangkat mencari nafkah. Beliau meminta ini karena berkaca kepada seorang ibu janda yang sukses dalam mendidik anak-anaknya.
Saat ditanya oleh ayah saya, ibu itu selalu berpesan kepada ketiga anaknya untuk mencium tangannya terlebih dahulu sebelum mereka semua memulai aktifitas hari-hari mereka. Ketika anak-anaknya pergi meninggalkan rumah, ibu itu mengantarkan mereka dengan iringan doa hingga Allah beri keberkahan dan kebaikan yang banyak untuk anak-anaknya.
Seorang sahabat berjulukan Hisyam Said. Seperti kebanyakan pengusaha, maju-mundur bisnis yakni hal biasa. Namun belakangan ini bisnis fast food yang ia jalani begitu cepat berkembang. Puluhan outlet berjulukan Paparon Pizza sudah mengisi sudut-sudut kota di tanah air. Hisyam menyadari bahwa bisnis yang ia jalani amat erat bergantung dengan keridhaan ummi atau ibunya. Meski kantor sentra pizza tersebut berada di Warung Jati, Jakarta Selatan, namun ia malah menentukan berkantor di tempat Kramat, Jakarta Pusat. Di sana setiap pagi dan sore, Hisyam bisa mengunjungi umminya yang sudah berusia 80 tahun lebih dan menghiburnya di masa-masa renta usianya
“Ridhallahi fi ridhal waalidaini, wa sukhtullahi fii sukhtil walidaini.” Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah juga berlaku sedemikian.
Demikianlah keberkahan Allah yang diturunkan bagi hamba-hamba-Nya yang kerap menyambungkan tali silaturahmi.
Si Kecil Penolong
Si kecil ini ternyata makhluk yang yang suka membantu terhadap sesamanya, terbukti ketika akan membuat sebuah sarang mereka pundak membahu untuk mewujudkannya, tidak kenal lelah hingga tujuannya tercapai. Sungguh sangat indah manakala saling membantu diantara kita tidak hilang.
Melihat fenomena yang terjadi sekarang, sangatlah miris sekali, tidak jarang sesama muslim sendiri sudah saling tidak mengenal, saling menjatuhkan, saling menghina dan lain-lain yang sepatutnya tidak terjadi.
Sesuai fitrah, kita diciptakan oleh Allah swt. sebagai makhluk sosial. Interaksi dengan orang lain menjadi kebutuhan mutlak. Sehingga bisa terjadi sosialisasi, saling tolong menolong dan saling melengkapi sesuai kemampuan yang menempel pada diri masing-masing.
Pernahkah kita memikirkan ketika kita menikmati makanan, berapa jumlah orang yang telah berkontribusi terhadap kita ?
Makanan yang kita makan melibatkan sekian orang petani, peternak, nelayan, pedagang materi makanan, pengemudi kendaraan yang mengangkut materi makanan. Untuk mengolah materi kuliner diharapkan materi bakar berupa gas atau minyak tanah. Ribuan orang bekerja di pabrik pengolah gas, kilang minyak tanah, dan sumur penambangan gas dan minyak bumi. Kompor, panci, wajan untuk mengolah kuliner diproduksi di pabrik yang juga melibatkan sekian banyak pekerja.
Subhanallah, rahmat Allah swt. diturunkan kepada kita dengan perantaraan sekian banyak orang, sehingga kita bisa menikmati kuliner yang merupakan kebutuhan hidup.
Ilustrasi di atas sebagai sekedar contoh. Ternyata satu jenis nikmat Allah swt. kepada kita tiba dengan banyak sekali cara dan jalan yang dikehendaki-Nya. Padahal nikmat-Nya tak terhitung banyaknya. Orang-orang di sekitar kita dan di tempat lain yang tidak kita ketahui telah menawarkan manfaat untuk kita.
Sewajarnya kita tidak perlu merasa hebat. Keberhasilan kita dalam banyak sekali hal tidak bisa dianggap karena kiprah sendiri. Orang lain ikut berperan sesuai kemampuannya. Jangan pula merasa berjasa dikarenakan telah menawarkan kebaikan kepada orang lain dengan mengatakan, ” Dia bisa maju usahanya karena saya telah membantunya dalam banyak hal ”, atau mengatakan, ” Bos bisa maju karirnya berkat kerja keras saya sebagai bawahannya. ”
Orang bijak mengatakan, ” Lupakanlah kebaikan-kebaikan kita kepada orang lain. Namun ingatlah selalu kebaikan-kebaikan orang lain pada diri kita. Lupakan pula kesalahan-kesalahan orang lain pada diri kita, sebaliknya ingatlah selalu kejelekan-kejelekan yang telah kita lakukan terhadap orang lain. ”
Fenomena kehidupan dunia ketika ini sangat hedonis. Dampaknya, insan mempunyai kecenderungan untuk bersifat egoistik. Lebih mementingkan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan orang lain. Banyak rujukan faktual egoisme yang ditemui sehari-hari dalam kehidupan.
Bisa jadi, kita telah melaksanakan praktek-praktek egoisme tersebut secara sadar ataupun tidak. Harus disadari bahwa egoisme yakni suatu penyimpangan dari jalan yang diridhoi-Nya.
Untuk mengantisipasi sifat egoistik yang ada pada diri kita diharapkan suatu ikhtiar, yaitu dengan menumbuhkan empati. Empati merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam interaksi antar pribadi. Dengan empati, kita bisa saling memahami apa yang dirasakan oleh orang lain.
Sehingga kita tidak akan meraih tujuan yang mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan pada orang lain. Pada dasarnya, tenggang rasa itu telah tertanam pada diri setiap manusia. Suatu sunatullah yang telah dilekatkan pada penciptaan insan oleh Allah swt.
Saling memahami antar pribadi yang timbul dari tenggang rasa akan meningkatkan kesadaran akan saling ketergantungan. Karenanya akan timbul cita-cita saling bekerjasama. Selanjutnya akan timbul cita-cita untuk mendahulukan kepentingan orang lain. Akhirnya terjalin rasa belas kasihan dan tenggang rasa terhadap sesama hamba Allah swt.
Rasulullah saw., panutan kita, mempunyai tenggang rasa yang dalam terhadap orang lain ibarat yang tergambar dalam ayat berikut ini.
Artinya:
Sungguh telah tiba kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin. (Q.S at-Taubat: 128)
Dalam sebuah hadits, rasulullah pernah mengatakan:
“ Seorang muslim bersaudara dengan sesama Muslim lainnya, tidak boleh menganiaya dan tidak boleh dibiarkan dianiaya oleh orang lain. Dan barangsiapa yang memberikan hajat saudaranya, pasti Allah akan memberikan hajatnya. Dan barangsiapa membebaskan kesukaran seorang Muslim di dunia, pasti Allah akan membebaskan kesukarannya di hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi kejelekan seorang Muslim, pasti Allah akan menutup kejelekannya di hari kiamat. ” (HR Bukhari Muslim).
Hadits di atas menekankan ihwal pentingnya tenggang rasa dengan memahami permasalahan yang dihadapi oleh orang lain. Kepedulian terhadap kesulitan orang lain merupakan indikator sejauh mana rasa ukhuwah seseorang terhadap orang lain.
Dalam hal ini atribut-atribut duniawi ibarat pangkat, kedudukan ataupun status sosial harus ditanggalkan. Harus disadari bahwa kita semua yakni hamba Allah swt.
Kita selalu membutuhkan dukungan orang lain dalam banyak sekali hal. Kondisi tidak bisa berbuat sesuatu, ibarat ketika kelahiran atau ketika selesai hidup memperlihatkan rujukan betapa pertolongan orang lain sangat kita butuhkan.
Artinya: ”Dan tolong-menolonglah kau dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kau kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. ” (Q.S al-Maa-idah: 2)
Bangsa kita yang sedang bangun dari keterpurukan, harus menumbuhkan tenggang rasa antar pribadi dalam banyak sekali aspek kehidupan. Egoisme dibuang jauh-jauh demi tujuan bersama yang lebih mulia yaitu kemajuan dan kejayaan bangsa.
Pejabat saling berempati dengan rakyat, antar pejabat saling berempati, pimpinan saling berempati dengan bawahan dan seterusnya. Sifat tolong menolong dikedepankan. Dengan kondisi ibarat ini, atas izin Allah swt. banyak sekali permasalahan bangsa sanggup teratasi.
Si Kecil Pekerja Keras
Ada satu cerita, suatu ketika ada seorang Arab Badui pergi karena sesuatu keperluan, ketika ia merasa sangat letih, penat dan merasa putus asa, maka ia terduduk dan berfikir untuk kembali lagi. Kemudian ia melihat seekor semut yang merangkak naik ke atas watu besar, namun semut tersebut jatuh, kemudian merangkak lagi dan jatuh lagi. Hal ini terjadi berkali-kali, namun si semut tetap mencuba dan berusaha, sehingga jadinya ia berhasil hingga ke atas watu besar tersebut.
Melihat pemandangan tersebut, orang Arab Badui tersebut berkata dalam hati: “Saya seharusnya lebih patut untuk bersabar dan berusaha keras daripada semut tersebut.” Lalu ia pun melanjutkan perjalanannya kembali, sehingga jadinya ia pun sanggup hingga ke tempat tujuan yang diinginkan, dan ia berkata:
“Cari dan raih, jangan pernah berkeluh-kesah dan bosan dari perjuangan meraih apa yang kau inginkan. Karena penyakit orang yang ingin mencari dan meraih sesuatu yakni rasa bosan.”
“Tidakkah kau lihat tali yang tidak seberapa panjang, namun sanggup mengalahkan sebuah watu yang keras?”
Sesungguhnya di dalam kehidupan semut terdapat pengajaran dan teladan bagi orang-orang yang berakal, yaitu kegigihan, kesabaran, tekad kuat, perilaku pantang mengalah dan berusaha tanpa mengenal kata letih dan bosan.
Semut populer mempunyai perilaku cerdik yang luar biasa dalam usahanya mendapatkan apa yang diinginkan.
Seorang yang pernah menulis dan meneliti ihwal kehidupan semut menyampaikan bahwa semut mengumpulkan makanannya dari animo panas hingga animo sejuk.
Karena semut tidak banyak keluar pada animo sejuk, maka ia menyimpan kuliner animo sejuk dan hanya dimakan ketika benar-benar telah tiba masanya.
Dan biar biji-bijian yang ia simpan tidak tumbuh di dalam tempat penyimpanan, maka dengan izin dan kuasa Allah swt. (Zat Yang telah menawarkan kepada setiap sesuatu bentuk kejadiannya kemudian memberi bekalnya dengan sesuatu yang sanggup dijadikan untuk mencari penghidupan), si semut membelah biji tersebut dari tengah biar tidak tumbuh.
Jika jalan yang dilalui oleh semut terhalang oleh genangan air yang tidak sanggup ia lalui, maka ia bersama kawan-kawannya saling bekerjasama membuat semacam jambatan.
Jika semut-semut yang lain sudah menyeberang, maka semut-semut yang membentuk semacam jambatan tersebut merapat ke tepi. Maha Suci Zat Yang telah menawarkan kepada setiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberi bekal kepadanya dengan akal, instink (naluri) dan talenta semula jadi untuk melanjutkan kehidupannya masing-masing!
Jika seekor semut menemukan sepotong daging atau kaki belalang, namun ia tidak berpengaruh untuk membawa sendiri, maka ia akan pulang ke rumah semut dan memanggil kawan-kawannya yang lain untuk gotong royong membawa kuliner yang ditemukan tersebut.
“Semut juga bisa mengangkat benda seberat 10 kali berat dirinya.“
Semut bergerak 24 jam sehari. Kecepatan berjalan semut, 0,5 km/jam dengan volume yang 1/130, maka kecepatan semut seukuran insan yakni 80 km/jam.
Dalam berduel semut bisa mengimbangi binatang atau serangga musuh 5 kali lebih besar dari dirinya (kecuali lebah, laba-laba dan lipan)
Apabila diluruskan sarang semut sepanjang 7 km. Ternyata binatang yang terlemah dan tak tenar ini sebenarnya yakni yang terkuat di muka bumi. Kalau tidak salah ada juga semut ini disebutkan dalam kitab suci. Kelihatannya pantas karena memang binatang super.
Bisa jadi mungkin ada pesan tersirat dibalik kitab suci pada semut, mungkin kita supaya sering merenungkan sifat semut, yang tidak populer tapi setia, pekerja, dan kuat.
Semut mempunyai sifat gigih dan kesabaran luar biasa yang sanggup menjadi pengajaran bagi orang yang ingin meraih kesuksesan. Bahkan seandainya anda meletakkan sebuah watu di tengah-tengah jalan yang dipakai untuk dilalui oleh kawanan semut, maka mereka akan terhenti, namun tidak akan mundur dan berbalik arah ke belakang lagi.
Akan tetapi ia akan tetap menunggu atau berusaha menaiki watu yang anda letakkan tersebut atau berusaha melalui celah-celah yang ada di kanan dan kiri watu atau mencari jalan alternatif lain yang menghala ke arah dan tujuan yang sama, mereka tidak mengenal kata mundur ke belakang dan kembali ke tempat sebelumnya.”
Maasya Allah ! Subhanallah wallahu akbar ! begitu indah dan dahsyat ciptaan Mu ya Allah..hamba malu dengan identitas : "sebagai makhluq tepat " yang engkau ciptakan..
"Rabbana..Dzalamna Anfusana..wa inlam taghfirlana watarhamnaa lanakunanna minal khaasirin..."
Mari kita renungkan !
Saudaraku, tentu pernah membeli susu kental manis dalam kaleng bukan? Begitupun saya. Setiap kali membeli susu kaleng, setelah kalengnya dilubangi biasanya saya simpan dalam mangkuk yang telah terisi air, dengan maksud terhindar dari semut.
Suatu pagi, sebelum berangkat kerja, saya menyiapkan minuman hangat favorit, segelas air teh hangat dicampur susu dalam kaleng. Sebelum menuangkan susu ke dalam gelas, kulihat di air dalam mangkok tempat susu itu beberapa ekor semut yang sudah tak bernyawa.
Saudaraku,
Sungguh pemandangan yang mungkin biasa kita lihat, sekumpulan semut yang mati di tengah genangan air. Namun pernahkah kita renungkan betapa hebatnya mentalitas sang semut walaupun bertubuh kecil tapi mempunyai semangat yang sangat besar.
Semut tahu di dalam kaleng itu ada susu yang lezat, tapi ada genangan air yang menghalanginya. Maka Ia pun berenang, walaupun nyawa menjadi taruhannya.
Dan tahukah, di antara mereka ada yang berhasil menikmati susu kaleng itu, walaupun sebagian di antara mereka ada yang meregang nyawa.
Di antara pelajaran berharga dari makhluk Allah yang berjulukan “semut’ yakni makna sebuah kerja keras. Bukankah seringkali kita tidak bersemangat ketika mendapatkan sebuah tantangan baru, merasa diri tidak mampu, padahal ketika itu kita tahu bahwa ada sebuah kenikmatan yang bisa kita dapatkan seandainya kita bisa melewati dengan baik tantangan itu.
Kita pun jadinya berpasrah diri, mendapatkan keadaan ketika ini tanpa beranjak kepada situasi dan kondisi kehidupan yang lebih baik.
Ibarat sebuah perjalanan, bekerja keras tentu yakni sebuah gerak langkah menuju satu tujuan. Jika kita membisu tanpa sebuah gerakan apapun, tentu kita tidak akan pernah hingga pada sebuah tujuan. Bukankah alam semesta pun bergerak? Bayangkan seandainya bumi berhenti bergerak, matahari enggan berputar, planet dan bintang-bintang berdiam diri, tentu kita tahu apa yang akan terjadi dengan kehidupan insan dan alam semesta raya.
Lihatlah air yang tergenang tiada mengalir, biasanya kotor bahkan bisa menjadi sumber penyakit, kemudian bandingkan dengan air sungai jernih yang mengalir deras dari pegunungan tentu akan terlihat lebih segar menyejukkan.
Belajar kerja keras dari sang semut, teringat suatu ketika dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah mencium tangan orang yang bekerja mencari kayu, yaitu Sa’ad bin Mu’az ketika melihat tangannya bernafsu karena dia bekerja keras.
Nabi Muhammad SAW pun bersabda, "Inilah dua telapak tangan yang dicintai Allah.” Rasulullah SAW sebagai pemimpin sejati, tentu menjadi suri teladan dalam hal kerja keras.
Tiada mungkin terbangun peradaban emas kaum muslimin kurun ke 7 s.d 14 di Andalusia Spanyol tanpa sebuah mental kerja keras Rasulullah dan para sahabatnya.
Sungguh tiada mungkin, Islam menyebar hingga ke seluruh pelosok negeri jikalau saja Rasulullh dan para sahabatnya berpangku tangan tanpa sebuah kerja keras.
Selain bekerja keras siang dan malam untuk umatnya, Rasulullah pun diriwayatkan, menjahit sendiri bajunya, memeras sendiri susu kambingnya dan melayani keluarga. Subhanallah.
Menarik apa yang di sampaikan salah seorang sahabat Rasulullah, Umar bin Khattab,
”Janganlah salah seorang kau duduk di mesjid dan berdo’a, ‘Ya Allah berilah saya rezeki’. Sedangkan ia tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan hujan perak.” Bahkan Umar pernah menegur seseorang yang hanya duduk berdo’a di masjid tanpa mau bekerja dan berusaha, hanya mengharapkan dukungan orang lain.
Sifat malas bukanlah perilaku mental yang diajarkan Rasulullah. Karenanya ia pernah berdo’a kepada Allah biar dilindungi dari sifat lemah dan malas.
”Ya Allah, Aku berlindung kepada-Mu dari kegelisahan dan kesedihan, Aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan. Aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan pelit, Aku berlindung kepada-Mu dari jeratan hutang dan kesewenang-wenangan orang lain.”
Akhirnya, marilah kita jadikan setiap desah nafas sebagai dzikir kita kepada Allah SWT. Kita jadikan setiap gerak langkah kita sebagai tasbih kita kepada-Nya. Apapun profesi kita, di manapun kita bekerja, apapun status kita, jadikanlah semuanya sebagai dedikasi kepada Allah tanda syukur kita kepada Tuhan yang telah menghidupkan dan menggerakkan kita.
Islam mengajarkan bekerja keras
Kerja pada hakekatnya adalahnya manifestasi amal kebajikan. Sebagai sebuah amal, maka niat dalam menjalankannya akan menentukan penilaian.
Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad bersabda, “Sesungguhnya nilai amal itu ditentukan oleh niatnya.” Amal seseorang akan dinilai berdasar apa yang diniatkannya.
Suatu hari Nabi Muhammad berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari.
Ketika itu Nabi Muhammad melihat tangan Sa’ad melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman ibarat terpanggang matahari. “Kenapa tanganmu?,” tanya Nabi kepada Sa’ad. “Wahai Rasulullah,” jawab Sa’ad, “Tanganku ibarat ini karena saya mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku”. Seketika itu Nabi mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya seraya berkata, “Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka”.
Dalam kisah lain disebutkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui tempat Nabi Muhammad. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat ulet dan tangkas. Para sahabat kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, andaikata bekerja semacam orang itu sanggup digolongkan jihad fi sabilillah, maka alangkah baiknya.” Mendengar itu Nabi pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu yakni fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia, itu yakni fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri biar tidak meminta-minta, itu juga fi sabilillah.” (HR. Ath-Thabrani).
Kerja yakni perintah suci Allah kepada manusia. Meskipun darul abadi lebih kekal daripada dunia, namun Allah tidak memerintahkan hambanya meninggalkan kerja untuk kebutuhan duniawi.
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (untuk kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kau melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat oke (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kau berbuat kerusakan di bumi.” (QS. Al-Qashash: 77).
“Bukanlah orang yang paling baik darimu itu yang meninggalkan dunianya karena akhiratnya, dan tidak pula yang meninggalkan akhiratnya karena dunianya. Sebab, dunia itu penyampaian pada darul abadi dan janganlah kau menjadi beban atas manusia.” (HR. Ibnu ‘Asakir dari Anas).
Adanya siang dan malam dalam alam dunia ini, merupakan aba-aba akan adanya kewajiban bekerja (pada siang hari).
“Dan Kami telah membuat waktu siang untuk mengusahakan suatu kehidupan.” (QS. An-Naba’: 11).
“Kami telah mengakibatkan untukmu semua di dalam bumi itu sebagai lapangan mengusahakan kehidupan. Tetapi sedikit sekali kau berterima kasih,” (QS. Al-A’raf: 10).
“Apabila Telah ditunaikan shalat, maka menyebarlah di bumi dan carilah dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kau beruntung.” (QS. Al-Jum’ah: 10).
Untuk menawarkan motivasi dalam bekerja, Nabi Muhammad, menggunakan bahasa yang sangat mengunggah dan menyadarkan. “Bekerjalah untuk duniamu seperti kau akan hidup selama-lamanya. Dan beramallah untuk akhiratmu, seperti kau akan mati besok.” (HR. Baihaqi).
Bekerja juga akan membuat insan lebih merdeka, dengan tidak menggantungkan diri kepada orang lain, ibarat dengan meminta-minta. “Demi, jikalau seseorang di antara kau membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, dengan bekerja itu Allah mencukupi kebutuhanmu, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain. (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah pernah ditanya, “Pekerjaan apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Pekerjaan terbaik yakni usahanya seseorang dengan tangannya sendiri dan semua perjualbelian yang dianggap baik” (HR. Ahmad, Baihaqi, dan lain-lain).
Islam juga menganjurkan untuk bekerja dengan sepenuh hati untuk menawarkan kualitas hasil terbaik. Bahkan kerja keras yang tulus merupakan penghapus dosa.
“Sebaik-baik pekerjaan ialah usahanya seorang pekerja jikalau ia berbuat sebaik-baiknya” (HR. Ahmad).
“Siapa bekerja keras hingga lelah dari kerjanya, maka ia terampuni (dosanya) karenanya.” (Al-Hadist).
“Berpagi-pagilah dalam mencari rezeki dan kebutuhan hidup. Sesungguhnya pagi-pagi itu mengandung berkah dan keberuntungan” (HR. Ibnu Adi dari Aisyah).
“Sesungguhnya Allah menginginkan jikalau salah seorang darimu bekerja, maka hendaklah meningkatkan kualitasnya” (Al-Hadist).
Bekerja tidak akan lepas dari bingkai relasi sosial, karenanya aturan-aturan yang ada harus dipatuhi. Etika dalam bekerja tetap harus dijaga. “Carilah kebutuhan hidup dengan senantiasa menjaga harga diri. Sesungguhnya segala problem itu berjalan berdasarkan ketentuan” (HR. Ibnu Asakir dari Abdullah bin Basri).
Dalam konteks sosial (termasuk organisasional) bekerja yakni amanah.
Amanah harus ditunaikan dengan baik. Pengabaian terhadap amanah yakni sebuah pengkhianatan yang merupakan salah satu tanda orang munafik.
Bekerja dengan sungguh-sungguh yakni syarat sebuah kemajuan. kemajuan yang didapat tanpa kerja keras yakni pengingkaran sunnatullah.
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ra’d: 11).
Dalam ayat lain diungkapkan “Dan bahwa seorang insan tidak akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.“ (QS. Al-Najm: 39).
Mari, dalam bekerja, kita luruskan niat, kuatkan motivasi, perhatikan etika dan aturan yang ada, sebagai upaya penuaian amanah yang merupakan syarat kemajuan.
Belajar dari Kegigihan Semut Sesungguhnya di dalam kehidupan semut terdapat pelajaran yang sangat berarti bagi umat manusia. Yaitu pelajaran ihwal kesabaran, keteguhan, ketekunan, dan kesinambungan dalam perjuangan untuk mencapai tujuan. Ungkapan ini tidaklah berlebihan, karena semut senantiasa mengulangi usahanya berkali-kali hingga tercapai tujuannya. Ia bergelantungan di atas pohon, lantas jatuh kemudian bangun kembali dan berusaha untuk naik lagi, dan jatuh kembali. Begitu seterusnya hingga berhasil mencapai apa yang ia inginkan. Jika jalan untuk mencapai tujuan ditutup ataupun dirintangi, ia akan mengalihkan langkahnya ke kanan atau ke kiri. Kadang ia menjauh dari jalannya yang pertama karena terdapat rintangan. Namun, ia tetap memfokuskan tujuannya ibarat semula hingga tercapai
Ia bergelantungan di atas pohon, lantas jatuh kemudian bangun kembali dan berusaha untuk naik lagi, dan jatuh kembali. Begitu seterusnya hingga berhasil mencapai apa yang ia inginkan.
Jika jalan untuk mencapai tujuan ditutup ataupun dirintangi, ia akan mengalihkan langkahnya ke kanan atau ke kiri. Kadang ia menjauh dari jalannya yang pertama karena terdapat rintangan. Namun, ia tetap memfokuskan tujuannya ibarat semula hingga tercapai.
Jika perjalanannya terhalang oleh genangan air yang tak sanggup diseberangi, dia membuat deretan jembatan di atas air bersama teman-temannya. Setiap semut berusaha untuk mengaitkan diri dengan lainnya di atas lintasan air ibarat jembatan.
Mahasuci Allah yang telah membuat semut sedemikian rupa. Begitu besar pesan tersirat yang sanggup diambil dari binatang kecil ini, hingga Allah SWT mengabadikannya menjadi nama sebuah surat dalam Alquran, yaitu surat An-Naml (semut).
Sifat semut di atas yakni sifat seorang Muslim sejati.
Seorang Muslim akan senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuannya.
Ia akan selalu sabar, teguh, dan tekun tanpa mengenal kata lelah. Kegagalan tidaklah akan menyurutkan semangat seorang Muslim untuk tetap menggapai apa yang dituju, karena ia yakin bahwa keberhasilan dan kegagalan seseorang berada di tangan Allah SWT.
Ia hanya wajib untuk berusaha dan berusaha kemudian menyerahkan hasilnya kepada Sang Khaliq.
Dalam Alquran disebutkan ihwal perintah Nabi Ya'qub kepada anak-anaknya untuk mencari informasi ihwal nabi Yusuf. ''Dan janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.'' (QS Yusuf (12): 87).
Dan dalam sebuah hadis yang diriwatkan oleh Imam Thabrani, Rasulullah SAW bersabda, ''Sesunguhnya Allah sangat mengasihi orang yang jikalau melaksanakan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat, terarah, jelas, dan tuntas).''
Rasulullah SAW pun menawarkan suatu keteladan yang luar biasa dalam hal keteguhan untuk mencapai tujuan. Sejarah telah menerangkan bagaimana ketegaran dan keteguhan Nabi Muhammad SAW ketika menyeru Islam kepada kaum kafir Quraisy. Berbagai godaan, hinaan, ancaman yang dihadapkan kepada ia tidaklah bisa menyirnakan keteguhan dalam berdakwah.
Bahkan, Muhammad SAW mengucapkan, ''Seandainya matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, saya tidak akan berhenti untuk berdakwah.''
Si Kecil yang Tawakal
Sulaiman bin Daud yakni satu-satunya Nabi yang memperoleh keistimewaan dari Allah SWT sehingga boleh memahami bahasa binatang. Dia boleh bicara dengan burung Hud Hud dan juga boleh memahami bahasa semut. Dalam al-Quran surat an-Naml ayat 18-26 yakni rujukan dari sebagian ayat yang menceritakan keistimewaan Nabi yang sangat kaya raya ini.
Firman Allah,
Artinya: “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud dan dia berkata, “hai manusia, kami telah diberi pengertian ihwal bunyi burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu kurnia yang nyata.”
Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tenteranya dari jin, insan dan burung, kemudian mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan) sehingga apabila mereka hingga di lembah semut berkatalah seekor semut, “hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu biar kau tidak diinjak oleh Sulaiman dan tenteranya, sedangkan mereka tidak menyadari.”
Maka Dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) Perkataan semut itu. dan Dia berdoa: "Ya Tuhanku berilah saya wangsit untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah saya dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh". (Q.S an-Naml:16-19)
Menurut sejumlah riwayat, pernah suatu hari Nabi Sulaiman as bertanya kepada seekor semut, “Wahai semut! Berapa banyak engkau memperoleh rezeki dari Allah swt. dalam waktu satu tahun?” “Sebesar biji gandum,” jawabnya.
Kemudian, Nabi Sulaiman memberi semut sebiji gandum kemudian memeliharanya dalam sebuah botol. Setelah genap satu tahun, Sulaiman membuka botol untuk melihat nasib si semut. Namun, didapatinya si semut hanya memakan sebahagian biji gandum itu.
“Mengapa engkau hanya memakan sebahagian dan tidak menghabiskannya?” tanya Nabi Sulaiman.
“Dahulu saya bertawakal dan pasrah diri kepada Allah,” jawab si semut. “Dengan tawakal kepada-Nya saya yakin bahwa Dia tidak akan melupakanku.
Ketika saya berpasrah kepadamu, saya tidak yakin apakah engkau akan ingat kepadaku pada tahun berikutnya sehingga boleh memperoleh sebiji gandum lagi atau engkau akan lupa kepadaku. Karena itu, saya harus tinggalkan sebahagian sebagai bekal tahun berikutnya.”
Nabi Sulaiman, walaupun ia sangat kaya raya, namun kekayaannya yakni nisbi dan terbatas.
Yang Maha Kaya secara mutlak hanyalah Allah swt. semata-mata. Nabi Sulaiman, meskipun sangat baik dan kasih, namun yang Maha Baik dan Maha Kasih dari seluruh pengasih hanyalah Allah swt. semata. Dalam diri Nabi Sulaiman tersimpan sifat terbatas dan kenisbian yang tidak sanggup dipisahkan; sementara dalam Zat Allah sifat mutlak dan absolut.
Bagaimanapun kayanya Nabi Sulaiman, dia tetap insan biasa yang tidak boleh sepenuhnya dijadikan tempat bergantung. Bagaimana kasihnya Nabi Sulaiman, dia yakni insan biasa yang menyimpan kedaifan-kedaifannya tersendiri.
Hal itu diketahui oleh semut Nabi Sulaiman. Karena itu, dia masih tidak percaya kepada kesepakatan Nabi Sulaiman ke atasnya. Bukan karena kuatir Nabi Sulaiman akan ingkar janji, namun kuatir Nabi Sulaiman tidak bisa memenuhinya karena sifat manusiawinya. Tawakal atau berpasrah diri bulat-bulat hanyalah kepada Allah SWT semata, bukan kepada manusia.
Rasulullah pernah bersabda:
Dari Umar bin Khattab ra berkata, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Sekiranya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah SWT dengan tawakal yang sebenar-benarnya, sungguh kalian akan diberi rizki (oleh Allah SWT), sebagaimana seekor burung diberi rizki; dimana ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah).
Makna Hadits Secara Umum
Hadits di atas menjelaskan ihwal hakekat tawakal yang digambarkan oleh Rasulullah SAW dengan perumpamaan seekor burung. Dimana burung pergi (mencari karunia Allah) pada pagi hari dengan perut kosong karena lapar, namun di sore hari ia pulang dalam keadaan perut kenyang dan terisi penuh. Karena pada hakekatnya Allah swt. lah yang menawarkan rizkinya sesuai dengan kebutuhannya.
Demikian juga manusia, sekiranya insan benar-benar bertawakal kepada Allah SWT dengan mengamalkan hakekat tawakal yang sesungguhnya, tentulah dari aspek rizki, Allah SWT akan menawarkan rizki padanya sebagaimana seekor burung yang berangkat pada pagi hari dengan perut kosong dan pulang pada sore hari dengan perut kenyang. Artinya insya Allah rizkinya akan Allah cukupi.
Makna dan Hakikat Tawakal
Dari segi bahasa, tawakal berasal dari kata ‘tawakala’ yang mempunyai arti; menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan. (Munawir, 1984 : 1687).
Seseorang yang bertawakal yakni seseorang yang menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan segala urusannya hanya kepada Allah SWT.
Sedangkan dari segi istilahnya, tawakal didefinisikan oleh beberapa ulama salaf, yang sesungguhnya mempunyai muara yang sama. Diantara definisi mereka adalah:
1. Menurut Imam Ahmad bin Hambal.
Tawakal merupakan aktivias hati, artinya tawakal itu merupakan perbuatan yang dilakukan oleh hati, bukan sesuatu yang diucapkan oleh lisan, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh anggota tubuh. Dan tawakal juga bukan merupakan sebuah keilmuan dan pengetahuan.
2. Ibnu Qoyim al-Jauzi
Tawakal merupakan amalan dan ubudiyah (penghambaan) hati dengan menyandarkan segala sesuatu hanya kepada Allah, tsiqah terhadap-Nya, berlindung hanya kepada-Nya dan ridha atas sesuatu yang menimpa dirinya, berdasarkan keyakinan bahwa Allah akan memberikannya segala ‘kecukupan’ bagi dirinya…, dengan tetap melaksanakan ‘sebab-sebab’ (faktor-faktor yang mengarakhkannya pada sesuatu yang dicarinya) serta perjuangan keras untuk sanggup memperolehnya.”
Sebagian ulama salafuna shaleh lainnya menawarkan komentar bermacam-macam mengenai pernak pernik takawal, diantaranya yakni ungkapan : Jika dikatakan bahwa Dinul Islam secara umum mencakup dua aspek;
yaitu al-isti’anah (meminta pertolongan Allah) dan al-inabah (taubat kepada Allah), maka tawakal merupakan setengah dari komponen Dinul Islam.
Karena tawakal merupakan repleksi dari al-isti’anah (meminta pertolongan hanya kepada Allah swt.) : Seseorang yang hanya meminta pertolongan dan proteksi kepada Allah, menyandarkan dirinya hanya kepada-Nya, maka pada hakekatnya ia bertawakal kepada Allah.
Salafus saleh lainnya, Sahl bin Abdillah al-Tasattiri juga mengemukakan bahwa ‘ilmu merupakan jalan menuju penghambaan kepada Allah. Penghambaan merupakan jalan menuju kewara’an (sifat menjauhkan diri dari segala kemaksiatan). Kewaraan merupakan jalan mmenuju pada kezuhudan. Dan kezuhudan merupakan jalan menuju pada ketawakalan.
Tawakal merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan dalam Islam. Oleh karena itulah, kita sanggup melihat, banyak sekali ayat-ayat ataupun hadits-hadits yang mempunyai muatan mengenai tawakal kepada Allah SWT. Demikian juga para salafus shaleh, juga sangat memperhatikan perkara ini. Sehingga mereka mempunyai ungkapan-ungkapan khusus mengenai tawakal.
Derajat Tawakal
Tawakal merupakan adonan banyak sekali unsur yang menjadi satu, dimana tawakal tidak sanggup terealisasikan tanpa adanya unsur-unsur tersebut. Unsur-unsur ini juga merupakan derajat dari tawakal itu sendiri:
1. Derajat pertama dari tawakal yakni :
Ma’rifat kepada Allah SWT dengan segala sifat-sifat-Nya minimal mencakup ihwal kekuasaan-Nya keagungan-Nya, keluasan ilmu-Nya, keluasan kekayaan-Nya, bahwa segala urusan akan kembali pada-Nya, dan segala sesuatu terjadi karena kehendak-Nya, dsb.
2. Derajat tawakal yang kedua yakni :
Memiliki keyakinan akan keharusan melaksanakan usaha. Karena siapa yang menafikan keharusan adanya usaha, maka tawakalnya tidak benar sama sekali. Seperti seseorang yang ingin pergi haji, kemudian dia hanya duduk di rumahnya, maka hingga kapanpun ia tidak akan pernah hingga ke Mekah. Namun hendaknya ia memulai dengan menabung, kemudian pergi kesana denan kendaraan yang sanggup menyampaikannya ke tujuannya tersebut.
3. Derajat Tawakal yang ketiga yakni :
Adanya ketetapan hati dalam mentauhidkan (mengesakan) Dzat yang ditawakali, yaitu Allah SWT. Karena tawakal memang harus disertai dengan keyakinan akan ketauhidan Allah. Jika hati mempunyai ikatan kesyirikan-kesyirikan dengan sesuatu selain Allah, maka batallah ketawakalannya.
4. Derajat tawakal yang keempat yakni :
Menyandarkan hati sepenuhnya hanya kepada Allah SWT, dan mengakibatkan situasi bahwa hati yang damai hanyalah ketika mengingatkan diri kepada-Nya. Hal ini ibarat kondisi seorang bayi, yang hanya bisa damai dan tentram bila berada di susuan ibunya. Demikian juga seorang hamba yang bertawakal, dia hanya akan bisa damai dan tentram jikalau berada di ‘susuan’ Allah SWT.
5. Derajat tawakal yang kelima adalah:
Husnudzan (baca ; berbaik sangka) terhadap Allah SWT. Karena mustahil seseorang bertawakal terhadap sesuatu yang dia bersu’udzan kepadanya. Tawakal hanya sanggup dilakukan terhadap sesuatu yang dihusndzani dan yang diharapkannya.
6. Derajat Tawakal yang keenam adalah:
Memasrahkan jiwa sepenuhya hanya kepada Allah SWT. Karena orang yang bertawakal harus sepenuh hatinya menyerahkan segala sesuatu terhadap yang ditawakali. Tawakal tidak akan mungkin terjadi, jikalau tidak dengan sepenuh hati memasrahkan hatinya kepada Allah.
7. Derajat tawakal yang ketujuh yaitu :
Menyerahkan, mewakilkan, mengharapkan, dan memasrahkan segala sesuatu hanya kepada Allah SWT. Dan hal inilah yang merupakan hakekat dari tawakal.
Allah SWT berfirman: (QS. 40 : 44)
Artinya: Dan saya menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba hamba-Nya".
Seorang hamba yang menyerahkan segala urusannya kepada Allah, maka ia tidak akan berbuat melainkan dengan perbuatan yang sesuai dengan kehendak Allah. Karena dia yakin, bahwa Allah tidak akan memutuskan sesuatu kecuali yang terbaik bagi dirinya baik di dunia maupun di akhirat.
Si Kecil yang Pandai Kerja Sama
Jika satu makhluk membantu makhluk yang lain, dan mempersiapkan lingkungan yang nyaman sesuai dengan kebutuhan makhluk tersebut, tentu kita tidak sanggup mengklaim kerjasama ini terjadi dengan begitu saja.
Kecocokan yang tepat satu dengan yang lain di antara makhluk yang tidak mempunyai logika pikiran, dan tindakan yang mereka jalankan untuk menguntungkan satu sama lain, memperlihatkan bukti bahwa mereka diciptakan dengan terencana.
Makhluk-makhluk yang hidup bersama telah diciptakan dengan sifat atau ciri yang saling menguntungkan melalui perantaraan Pencipta yang tunggal, yaitu Allah. Kita sanggup mengambil tumbuhan dan semut tertentu sebagai rujukan khusus dari jenis pasangan makhluk yang saling menguntungkan ini.
Pada sejumlah tumbuhan terdapat lubang-lubang dalam yang disebut “domatia” dalam istilah biologi (gambar kecil). Satu-satunya fungsi domatia yakni sebagai tempat berlindung bagi koloni semut. Tumbuh-tumbuhan yang ibarat itu mempunyai lubang atau jaringan berupa jendela tipis yang memungkinkan semut masuk dan keluar tumbuhan dengan mudah.
Di dalam ruang-ruang ini, ada kuliner yang diproduksi oleh tumbuhan, yang tidak punya fungsi selain untuk memberi makan semut. Tidak tampak manfaat kuliner ini bagi tanaman. Singkatnya, domatia merupakan struktur khusus yang telah diciptakan biar semut sanggup bertahan hidup.
Keseimbangan suhu dan kelembapan di lingkungan ini juga sangat ideal bagi semut. Di tempat-tempat yang seolah dipersiapkan khusus bagi semut ini, semut sanggup hidup senyaman orang yang tinggal di hotel mewah.
Kita sanggup menawarkan rujukan yang lain, yaitu Philidris, sejenis semut, dengan tumbuhan inangnya Dischidia major. Mereka membuat “produksi zat kimia” kolektif sepanjang hidupnya. Tanaman yang dibicarakan ini tidak punya akar yang menembus tanah, karenanya ia menerima dukungan dari tumbuhan yang lain dengan cara melilitnya.
Tanaman ini mempunyai cara yang sangat menarik untuk meningkatkan perolehan karbon dan nitrogen. Semut punya wilayah pada tumbuhan ini, yang disebut “daun semut”, tempat semut merawat anak-anaknya dan menyimpan sisa-sisa organik (semut mati, pecahan badan serangga lain, dll.).
Tanaman sanggup memanfaatkan sisa-sisa ini sebagai sumber nitrogen. Selain itu, permukaan-dalam dari ruang daun menyerap karbon dioksida yang dihasilkan oleh semut, sehingga mengurangi penguapan air melalui pori-pori. Pencegahan kehilangan cairan tubuh ini sangat penting bagi tumbuhan semut yang tumbuh di iklim tropis ini, karena, tumbuhan ini tidak mempunyai akar dan tidak sanggup mengambil air dari dalam tanah.
Dengan demikian, semut memasok dua kebutuhan penting tumbuhan ini, sebagai imbalan atas tempat berlindung yang disediakan tumbuhan bagi mereka.
Kita mustahil mengklaim bahwa struktur yang terlihat pada dua rujukan ini terjadi karena kebetulan. Tanaman mustahil menghasilkan zat kuliner yang sesuai bagi semut dan mencocokkan kondisinya dengan semut secara kebetulan.
Kerjasama antara semut dan tumbuhan ini yakni satu bukti lagi ihwal keseimbangan mengagumkan yang diciptakan di bumi oleh Allah, sang Pencipta satu-satunya.
Subhaanallah….
Budaya saling menguntungkan, rasa-rasanya sudah semakin pudar, tidak bisa dipungkiri sesama muslim kondisinya sudah saling menjatuhkan, baik karena perkara ekonomi, politik bahkan perkara perbedaan furuiyah dalam agama menjadi pemicu hilanganya tatanan kebersamaan.
Padahal Rasulullah pernah bersabda: “Sebaik-baiknya insan yakni yang paling bermanfaat bagi orang lain”.
Seharusnya malu, kita yang dikenal satu turunan yaitu Nabi Adam ternyata masih belum bisa akur dengan
KESIMPULAN
Kami telah menyajikan beberapa rujukan efek seni penciptaan Allah pada makhluk hidup yang besarnya hanya beberapa sentimeter. Kita hanya mengkaji "beberapa contoh" karena sebenarnya masih ada ratusan lagi bukti yang berafiliasi dengan semut yang sanggup disebutkan. Meskipun demikian, semua rujukan yang tertulis sanggup dijadikan materi untuk merenungkan kekuasaan Allah.
Tidak boleh dilupakan bahwa di seluruh muka bumi terdapat pelbagai bentuk kehidupan. Kehidupan yang dianugerahkan Allah kepada semut kecil, yang mempunyai sistem yang rumit dan bisa melaksanakan banyak sekali aktivitas, juga telah dianugerahkan kepada setiap makhluk hidup yang tinggal di setiap milimeter persegi bumi ini.
Organisme bersel satu, serangga, binatang buas, dan tumbuh-tumbuhan, semua diciptakan dengan acara yang sempurna, ibarat halnya semut.
Semua keajaiban penciptaan ini tidak pernah terpikirkan oleh insan sehari-hari, atau insan hanya melihatnya tanpa berusaha memahaminya.
Dengan buku ini, kami berusaha menyingkirkan kabut tebal yang menutupi mata masyarakat dalam kehidupan modern. Tujuan kami yakni mempersembahkan kembali bukti-bukti keberadaan Allah yang kekal kepada mereka yang melupakan-Nya karena terlalu terpesona dengan hal-hal duniawi, ibarat pekerjaan, rumah, dan uang.
Tujuan kami yang lain yakni memberi mereka yang percaya pada-Nya, hal-hal gres untuk direnungkan. Kedua tujuan ini sangat penting. Sebagai langkah besar menuju tercapainya kedua tujuan ini, kami menganalisis keajaiban ciptaan-Nya dalam buku ini, sehingga Penciptanya sanggup dikenal.
Allah menjelaskan betapa pentingnya menganalisis ciptaan-Nya, sebagaimana Dia sebutkan dalam satu-satunya petunjuk kita untuk mencapai kebenaran, yaitu Al Quran:
Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuhan yang indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah) (Surat Qaf:7-8)
Tujuan kami yakni membuat pembaca menganggap pesan dalam buku ini sebagai pesan yang "harus dipelajari dan diingat".
Dengan demikian, kita tidak akan terbawa arus dalam sebuah masyarakat yang telah meninggalkan Allah dan melupakan-Nya.
Pembaca harus menggali dalam-dalam keberadaan dan kekuasaan Allah serta menyusun hidupnya berdasarkan kebenaran ini.
Allah telah membuat semua makhluk-Nya biar senantiasa erat dengan-Nya. Mereka yang meninggalkan Allah akan mendapatkan hukumannya.
Tim Penulis Buku Bahasa Semut:
Jefri Suandi, S.Pd.I, dkk
Penulis : Jefri Suandi, S.Pd.I
Editor : Herman Jayawardhana, S.Pd.I
Desain Sampul : Totoh Herdianto, S.Pd.I
Belum ada Komentar untuk "✔ Bahasa Semut (Inspirasi Muslim Sejati)"
Posting Komentar